Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Foto Musang Sulawesi, Si Pemalu yang Misterius

Kompas.com - 31/03/2018, 08:11 WIB
Rosyid A Azhar ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Penuh tantangan

Keberhasilan mendokumentasikan musang sulawesi ini merupakan upaya WCS dalam melakukan pemantauan kehidupan liar di TNBNW.

Ekspedisi yang dilakukan penuh tantangan, karena kawasan yang dilalui bukanlah medan yang mudah dijelajah, termasuk oleh orang yang biasa berjalan di hutan.

Lebatnya vegetasi hutan menjadi hambatan tersendiri. Sangat sulit bergerak dalam kerapatan pepohonan, belum lagi topografi yang penuh jurang dan tebing curam.

“Kami memulai masuk hutan melalui resort Dumoga Timur di Lolayan, masuk melalui Desa Mengkang,” ujar Alfons Patandung, Biodiversity Officer WCS.

(Baca juga: Paus Sperma yang Terdampar di Lombok Timur, Dijarah Ekor dan Giginya, Akhirnya Dikubur)

Dengan membawa dua portir dan ditemani staf taman nasional, Alfons menembus belantara dengan membawa sejumlah peralatan.

Ini pertama kalinya mereka memasang kamera trap di taman nasional. Bersama 2 orang staf WCS lainnya, Arif Rahman dan Reidy Manahampi, mereka memulai perjuangan yang penuh tantangan.

Sebanyak 68 kamera dipasang di rimba belantara. Setiap survey 20 kamera dibawa, termasuk kamera cadangan.

Dalam waktu 6 bulan tenggat yang dijawalkan, setiap survei yang mereka lakukan memerlukan waktu 15-20 hari dan menempuh jarak 40-50 km.

“Sehari kami paling bergerak sepanjang 2 km dengan kondisi medan yang sulit, namun itu kami anggap biasa karena ini pekerjaan sehari-hari,” ujar Alfons.

Menurut dia, jalur yang sangat sulit ditempuh adalah saat mereka masuk melalui Mataindo ke arah Molibagu di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

Medannya sangat susah, kemiringan lereng yang curam, jurang yang dalam dan kerapatan vegetasi menjadi tantangan tersendiri. Topografinya sangat ekstrem.

Bertemu pemburu, hujan lebat di tengah hutan bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Mereka tetap fokus pada misi mereka. Pada daerah ketinggian yang berhawa dingin, baterai kamera cepat sekali menyusut.

Ekspedisi pemasangan kamera trap ini bukan semata ditujukan untuk mendokumentasikan musang sulawesi, namun tujuannya lebih umum untuk mengamati kehidupan liar di bentang alam dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

(Baca juga: Kisah Mas Rinto, Tukang Bakso Berdasi yang Terinspirasi James Bond)

Kegiatan ini difokuskan ke daerah yang terdapat satwa prioritas, seperti anoa, babi rusa, maleo, dan macaca nigra, termasuk daerah yang berada di luar kawasan taman nasional.

Hasil pemasangan kamera ini menghasilkan gambar-gambar mengagumkan, kehidupan liar seperti anoa, babi rusa, musang, maleo bahkan para pemburu satwa dan pembalak liar juga terekam.

Mengidentifikasi orang-orang dalam hutan sebagai pemburu sangat mudah karena mereka membawa senapan atau jerat. Alat ini dibawa ke hutan hanya digunakan untuk mendapatkan satwa liar. Hasilnya dilego di pasar dengan harga yang sangat murah.

Orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini memasang jerat tanpa pilih-pilih target. Anoa, babi hutan, babi rusa, babi sulawesi, musang, hingga ular ditangkap untuk diperdagangkan.

Ancaman lainnya adalah degradasi habitat seperti pembukaan lahan untuk kebun dan pertanian. Pembukaan lahan ini menghilangkan ruang hidup bagi satwa liar dan menimbulkan konflik panjang antara petani yang menganggap satwa liar sebagai hama.

“Kandidat lokasi pemasangan kamera trap adalah lokasi yang dicurigai atau berpotensi menangkap satwa target misalnya kubangan, play ground (area bermain) satwa,” kata Alfons Patandung.

Selain menghadapi medan yang berat, upaya mereka memasang kamera trap untuk merekam hidupan satwa liar juga berhadapan dengan ulah manusia.

Beberapa kamera dirusak orang tidak bertanggung jawab, bahkan ada kamera yang dibawa warga saat membuka lahan perkebunan.

“Yang menarik, di daerah tertentu di luar kawasan taman nasional masyarakat mengatakan kalau babi rusa, musang dan anoa sudah tidak ditemukan lagi. Namun kamera merekam keberadaan satwa prioritas ini,” papar Alfons Patandung.

Kabar gembira

Tertangkapnya musang sulawesi membawa kabar gembira bagi dunia ilmu pengetahuan. Satwa penuh misteri masih menghuni Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Di masa depan, akan banyak riset yang mengungkap keberadaan satwa pemalu ini.

“Kalau dilihat dari perjumpaan atau laporan terbaru, sepertinya musang sulawesi tidak selangka dari perkiraan sebelumnya.  Mungkin karena sifatnya yang sangat pemalu sehingga lebih susah dijumpai,” kata Hanom Bashari, Protected Area Specialist, Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation (E-PASS) Bogani Nani Wartabone.

Dugaan Hanom Bashari tampaknya mendekati kenyataan, satwa ini tertangkap kamera tidak hanya di dalam kawasan konservasi, namun juga di luar taman nasional. Ini membuktikan upaya pemantauan yang lebih terarah akan menghasilkan data yang lebih baik.

Alfons menyebutkan sejumlah titik penempatan kamera trap di luar taman nasional, namun masih berada dalam landskap Bogani Nani Wartabone juga menjadi habitat musang besar ini.

Hanom mengingatkan juga kemungkinan desakan jenis musang melayu yang terintroduksi ke Sulawesi bisa menjadi salah satu ancaman musang sulawesi karena menempati relung habitat yang sama.

(Baca juga: Suami Istri Lansia "Ngontel" Setiap Hari dari Hutan ke Kota Antar Anaknya yang "Down Syndrome" ke Sekolah)

Ada tiga jenis musang di Pulau Sulawesi, yaitu musang sulawesi, musang tenggalung (Viverra tangalunga) dan musang luwak (Paradoxurus hermaphrodites).

Musang Sulawesi ini berbeda dengan dua musang saudaranya. Dia diperkirakan hanya hidup di kawasan hutan bagian dalam (primer).

Sementara itu, dua jenis musang lainnya yang juga ada di Pulau Sulawesi bisa ditemukan di pinggiran hutan maupun di kebun warga.

Musang sulawesi merupakan predator terbesar di Pulau Sulawesi. Hewan pemalu yang hidup soliter ini belum banyak diketahui kehidupannya. Sebagai satwa karnivor, musang sulawesi menyukai tikus dan burung.

Fotonya yang terekam adalah kabar gembira....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com