Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog Sebut Konsep Diri Rendah Picu Sinta Aniaya Bayi Calista

Kompas.com - 29/03/2018, 16:09 WIB
Farida Farhan,
Reni Susanti

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang, Cempaka Putri Dimala mengatakan, faktor penyebab Sinta melakukan kekerasan terhadap putri kandungnya, Calista, lantaran kurang matangnya konsep diri.

Hal tersebut merupakan hasil observasi terhadap tersangka penganiaya bayi Calista, Sinta, Senin (26/3/2018) lalu. Observasi tersebut dilakukan selama dua jam.

"Hasilnya, kami tidak menemukan adanya postpartum sistress syndrome atau baby blues syndrome," kata Cempaka ditemui di Kantor P2TP2A Kabupaten Karawang Jalan Ahmad Yani, Karawang, Kamis (29/3/2018).

Ia menyebut, kekerasan yang dilakukan Sinta lantaran konsep diri yang rendah, ketidakmatangan emosional, dan tidak siap mendidik anak.

"Sinta dilahirkan di keluarga yang mempunyai banyak anak. Saudaranya ada 11 dan dititipkan ke sepupu ibunya. Ia juga mengalami putus sekolah," tambahnya.

(Baca juga : Yang Terjadi pada Calista, Kesalahan Orang Dewasa dan Lingkungannya)

Sinta yang sejak lahir diasuh saudara ibunya kemudian neneknya, sambung dia, menyebabkan hubungan relasi dengan keluarganya kurang. "Kelekatan (hubungan) kurang," ujarnya.

Menurutnya, hal ini menyebabkan Sinta haus akan afeksi. Penyebabnya karena pola asuh antara orangtua kandung dan ibu asuh berbeda. Ditambah dengan latar belakang pernikahannya yang dua kali kandas.

"Dia haus akan afeksi," tandasnya.

Cempaka menyebut, Sinta menyesali perbuatannya dan tidak berniat menghilangkan nyawa Calista.

"Ia tidak tahu kalau yang dilakukannya itu menyebabkan Calista meninggal. Jadi bukan suatu kesengajaan," tambahnya.

(Baca juga : KPA Dukung Proses Hukum Penganiayaan Bayi Calista Dilanjutkan)

Menurutnya, kekerasan tersebut justru terjadi lantaran Sinta tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga, ia meluapkan emosionalnya kepada sang anak.

"Hanya saja, lantaran (Calista) terlalu banyak menerima kekerasan jadi akhirnya meninggal," tuturnya.

Pembelajaran

Cempaka mengungkapkan, dengan dibui, ada pelajaran yang dapat dipetik Sinta, termasuk untuk mematangkan dirinya.

"Itu jika di dalam sana dia berpikir. Ini untuk memberikan efek jera," katanya.

Kasus tersebut, lanjut dia, juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat, bahwa melakukan kekerasan kepada anak bisa dihukum.

"Jadi jangan serta merta (anak) itu milik anda, lantas boleh melakukan kekerasan," katanya.

Cempaka berpendapat, masih ada kekerasan fisik terhadap anak di Karawang, hanya saja belum muncul di permukaan. "Baru Calista yang terungkap karena sampai meninggal," imbuhnya.

Di Indonesia sendiri, sebanyak empat persen kekerasan terhadap anak dilakukan oleh ibu kandung. "Jadi ibu juga bisa menjadi pencetus (kekerasan)," tutupnya.

Kompas TV Tewasnya bayi Calista setelah 15 hari koma diduga menjadi korban penganiayaan ibu kandungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com