Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Antara Ganjar, Sudirman, dan KPK di Pilkada Jateng

Kompas.com - 29/03/2018, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketegasan KPK

Di luar adu jargon ala pemandu sorak, tentu saja terdapat upaya mendelegitimasi yang dilakukan kedua belah pihak. Apakah hal tersebut merupakan upaya kampanye negatif? Saya rasa sah dan wajar saja untuk dilakukan.

Kampanye negatif sah dilakukan selama sebatas pengungkapan fakta yang disampaikan secara jujur dan relevan menyangkut kekurangan suatu calon atau partai. Ini jelas berbeda dengan kampanye hitam yang berisi tuduhan, fitnah atau opini ngibul sekaligus ngawur yang cenderung merusak demokrasi.

Dalam koridor pemilu sebagai ritus politik demokrasi sebagai langkah untuk melakukan berbagai perubahan melalui jalan konstitusional, berbagai strategi sah saja dilakukan. Toh, terdapat wasit dalam pertarungan Pilkada yakni Panwaslu yang memiliki jejaring Panitia Pengawas Lapangan (PPL).  

Yang akan mengganggu ketika itu dilakukan dengan melibatkan aktor lain. Salah satu aktor yang saya rasa akan sangat menentukan dalam Pilkada Jateng tak lain adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini bekerja keras menuntaskan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Hal ini tak lepas dari kesaksian dua orang di bawah sumpah pengadilan yang menyatakan keterlibatan Ganjar Pranowo yakni Muhammad Nazaruddin dan Setya Novanto. Keduanya menuding Ganjar yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua Komisi II DPR menerima aliran suap.

Tudingan tersebut memang telah dibantah terdakwa kasus korupsi e-KTP, Andi Narogong meski demikian akan selalu digunakan untuk mendelegitimasi citra Ganjar di masa kampanye. Pertanyaannya apakah KPK harus bersikap tegas dalam dalam posisi serupa di masa Pilkada?

Kita tentu belum lupa dua tahun lalu ketika Kepala KPK Agus Rahardjo menyatakan "tidak menemukan perbuatan melawan hukum" dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras di Jakarta Barat oleh pemerintah Jakarta yang dipimpin Gubernur Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Pendapat KPK tegas, meski melawan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketidaktegasan KPK dalam hal status Ganjar menurut saya merepotkan kedua cagub yang bertarung di Jateng. Bagi Ganjar isu e-KTP yang tak kunjung tuntas berpotensi mengikis citra dirinya yang memiliki jargon ‘Mboten Korupsi’ (Tidak Korupsi).

Sementara bagi Sudirman Said yang memiliki track record bersih pun buru-buru meminta agar masyarakat Jateng tidak kemudian memvonis Ganjar salah.

Mengapa Sudirman Said sigap merespon isu e-KTP? Saya melihat keengganannya untuk dibenturkan dengan KPK.

Dalam hal ketidaktegasan KPK, akan sangat berpeluang dikoreknya sejarah keterlibatan Sudirman dalam pembentukan KPK yang sedikit banyak diinisasi oleh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) yang dibentuk Sudirman dengan sejumlah pihak. Misi MTI adalah mendorong pemberantasan korupsi.

Ketika MTI diungkit, akan muncul kisah ketika Sudirman menjadi Deputi Bidang Komunikasi, Informasi, dan Hubungan Kelembagaan di Badan Pelaksana Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias yang sempat berseteru dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) di bawah kepemimpinan Teten Masduki.

Saat itu ICW menemukan pemilihan langsung PT Emerson Asia Pacific sebagai konsultan media dan PT Semar Kembar Sakti sebagai kontraktor pembangunan kantor BRR di Aceh. Ketika ditelusuri ICW, pemilik dua perusahaan adalah suami istri yang terhubung dengan organisasi bentukan Sudirman Said.

Bahwa kemudian kasus BRR yang menyangkut Sudirman terlupakan seiring oleh sang waktu, di masa politik yang kompetitif, seperti halnya kasus e-KTP yang mengganggu Ganjar bukan tidak mungkin akan digunakan untuk saling menjegal. Sehingga ada baiknya KPK lebih aktif dan tegas memberikan klarifikasi terhadap status hukum para petarung Pilkada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com