Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Cacing Pita 10,5 Meter, Warga Takut Makan Daging Babi Mentah

Kompas.com - 28/03/2018, 16:28 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe,
Reni Susanti

Tim Redaksi

SIMALUNGUN, KOMPAS.com - Pasca penemuan cacing pita sepanjang 10, 5 meter dari salah seorang warga di Nagori (Desa) Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, warga setempat kini takut memakan daging babi mentah.

"Itu lah positifnya. Mereka jadi ada rasa takut memakan daging mentah itu. Sebetulnya tidak apa memakan daging, asal saja dimasak," ujar Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Silau Kahean, dr Bima Barus kepada wartawan, Rabu (28/3/2018) sore.

Bima mengatakan, pihaknya terus melakukan penyuluhah kepada warga agar tetap menjaga faktor kesehatan makanan. Puskesmas juga rutin memberikan obat cacing kepada anak-anak hingga dewasa.

Namun upaya itu, sambung dia, terbentur pola konsumsi warga terhadap makanan khas Simalungun yakni Hinasumba. Makanan tersebut berbahan daging babi yang tidak dimasak.

"Itu memang makanan khas di sini. Kata warga makanan khas itu lebih enak dimakan tanpa dimasak," tutur Bima.

(Baca juga : Cacing Pita Sepanjang 10,5 Meter Ditemukan di Simalungun )

Begitupun, setelah penemuan kasus oleh tim Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan, 2 November 2018. Puskesmas sudah mengajukan usulan pengadaan obat cacing pita ke Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun.

"Namun sejauh ini belum ada obat dimaksud setelah kita usulkan ke Dinas Kesehatan," kata dr Bima Barus, Kepala Puskesmas Silau Kahean, saat dihubungi Rabu (28/3/2018) sore.

Bima menyebut, obat cacing pita tersebut bernama "praziquantel". Obat itu tidak ada di Kabupaten Simalungun, bahkan tak diproduksi di Indonesia.

"Obat praziquantel itu harus diimpor dari luar negeri, seperti Thailand atau Vietnam. Harganya mahal karena impor itu tadi," ungkapnya.

(Baca juga : Kasus Cacing Pita 10,5 Meter, Warga Diduga Makan Daging Babi Mentah )

Bima menambahkan, dari 16 nagori atau desa di Kecamatan Silau Kahean, baru 3-4 nagori yang dikunjungi tim peneliti dari FK UISU Medan yang dipimpin dr Umar Zein selaku Ketua Peneliti Cacing Pita FK UISU Medan.

"Itu karena faktor keterbatasan obat yang ada pada mereka saat melakukan penelitian di sini," tutupnya.

Kompas TV Hasil uji laboratorium Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru, menemukan 3 produk impor sarden berisi cacing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com