Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman: Penyelenggara Pelayanan Publik di Sumut Kacau

Kompas.com - 27/03/2018, 07:52 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara menilai banyak pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah di Sumatera Utara belum sesuai Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Maka diperlukan keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut Abyadi Siregar dalam Sosialisasi dan Seminar 18 Tahun Ombudsman RI mengajak mahasiswa terlibat aktif dalam pengawasan tersebut.

Pentingnya sinergi antara Ombudsman dengan masyarakat karena masyarakat merupakan pengguna langsung layanan dan pengawas eksternal yang diatur undang-undang.

"Selain itu, karena SDM kita yang terbatas untuk mengawasi 33 kabupaten dan kota di Sumut ini, penyelenggaraan pelayanan publik kita kacau," kata Abyadi, Senin (26/3/2018).

Dijelaskannya, sesuai Undang-undang Nomor 25 tentang Pelayanan Publik, harusnya setiap instansi pemerintah memampangkan atributisasi standar layanan yang dapat dilihat masyarakat sehingga masyarakat mengetahui alur pengurusan pelayanan. Misalnya, dalam mengurus KTP, berapa lama jangka waktu dan tarifnya.

"Banyak yang belum melakukan ini, harusnya gratis tapi dikutip biaya. Masyarakat harus kritis mempertanyakan standar layanan kepada penyelenggara layanan publik karena itu haknya," kata dia.

Baca juga : Indo Barometer, Undecided Voters di Pilkada Sumut 2018 Masih Tinggi

Saat ini, pelibatan peran serta masyarakat dalam mengawasi pelayanan publik sudah dilakukan dengan membentuk jejaring Ombudsman. Jejaring ini menjadi perpanjangan tangan Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik.

"Karena banyak masyarakat tidak tahu cara melaporkan terjadinya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik," tegas Abyadi.

Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), DR Mirza Nasution mengatakan, peran dan tugas Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik perlu diberi kewenangan penindakan layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga dapat menekan kasus korupsi di Indonesia, khususnya di Sumut.

Kalau memang serius, kata dia, Ombudsman sebagai lembaga negara yang berpihak kepada rakyat tidak sekadar diberi fungsi pengawasan saja, tapi juga penindakan. Untuk mengatasi persoalan korupsi, Ombudsman harus setara dengan KPK yang dapat menindak pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan pelanggaran. Sebab, korupsi bermula dari pelanggaran administrasi.

"KPK itu hilir, hulunya ya Ombudsman. Korupsi kan massif, terstruktur dan sistematis. Kewenangan penindakan sangat penting karena Ombudsman lahir di era reformasi. Tugas utamanya membantu pengawasan lembaga legislatif yang fokusnya berpihak kepada hak-hak rakyat," ujar Mirza.

Kalau hanya pengawasan saja, lanjutnya, tidak bisa menjamin tindakan-tindakan sewenang-wenang atau melanggar hukum oleh penyelenggara negara atau pejabat negara bisa diberi sanksi.

"Kalau memang pemerintah ingin serius menjadikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga yang kuat, harus diberi hak penindakan juga," tegasnya.

Dosen fakultas hukum ini menambahkan, upaya Ombudsman membangun jaringan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik sudah cukup baik.

Baca juga : Megawati Tugasi Djarot Selesaikan Sengketa Tanah di Sumut

Namun akan lebih baik jika memiliki kewenangan penindakan. Apalagi kultur masyarakat Indonesia yang tidak akan berubah hanya dengan pengawasan tanpa penindakan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com