Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Bakri, Penghulu yang Rajin Laporkan Gratifikasi dari Warga ke KPK

Kompas.com - 23/03/2018, 17:54 WIB
Labib Zamani,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KLATEN, KOMPAS.com - Apabila semua pejabat memiliki karakter seperti Abdurrahman Muhammad Bakri (35), mungkin Indonesia bersih dari korupsi. Pria yang akrab disapa Bakri ini sering melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi setiap uang yang bukan haknya yang diterima dari warga.

Warga Perumahan Kalikotes Baru No 137, Klaten, Jawa Tengah, itu sehari-hari bekerja sebagai penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Trucuk, Klaten.

Dalam bekerja melayani warga, Bakri selalu berpegang teguh pada Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Biaya Nikah dan Rujuk di Luar KUA Kecamatan yang ditandatangani Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin pada 13 Agustus 2014.

Peraturan tersebut menyebutkan bahwa menikah itu gratis. Namun, pencatatan nikah di luar KUA akan dikenai biaya sebesar Rp 600.000. Biaya tersebut sudah termasuk transportasi dan administrasi yang dikeluarkan penghulu untuk menikahkan calon pengantin.

Akan tetapi masih ada warga yang nekat memberikan uang tersebut kepada dirinya. Biasanya warga memberikan uang itu dengan cara memasukannya ke tas, sepeda motor dan ada pula yang datang ke KUA Trucuk.

Baca juga : KPK: Bupati Hulu Sungai Tengah Pakai Gratifikasi untuk Beli 23 Unit Mobil Mewah

Meski demikian, Bakri telah berkomitmen bahwa uang tersebut merupakan gratifikasi sehingga harus dilaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sebenarnya kami sudah menolak. Tetapi dari warga itu tidak semuanya menerima. Terpaksa kami terima dengan jalan keluarnya kami melaporkan ke KPK. Sudah empat kali kami melaporkan gratifikasi ke KPK," kata Bakri saat ditemui di KUA Trucuk, Klaten, Jumat (23/3/2018).

Bakri mengatakan ia menolak pemberian gratifikasi dari warga karena ingin bekerja sesuai aturan yang ada. Oleh karena itu, pemberian gratifikasi berupa uang dari warga selalu dia laporkan ke KPK. 

"Warga ngasih uangnya berbeda-beda. Paling kecil itu Rp 25.000. Kalau paling banyak pernah Rp 200.000," kata Bakri.

Uang gratifikasi tersebut dia kumpulkan. Baru setelah 30 hari kerja, uang-uang tersebut dia laporkan ke KPK dengan cara mengunduh blangko dari situs KPK, mengisi laporan, di-scanning lalu dikirim melalui alamat e-mail. Setelah dinyatakan oleh KPK bahwa uang gratifiksi itu milik negara, kemudian uang itu ditransfer melalui rekening KPK.

"Kami melaporkan gratifikasi itu ke KPK sudah sejak tahun 2015. Awalnya saya baca-baca di internet ada teman penghulu di Yogyakarta rajin ngirim laporkan gratifikasi ke KPK. Kemudian menginspirasi kami. Maka mulai 2015 kami melaporkan gratifikasi ke KPK," beber suami dari Verawati itu.

Bakri menceritakan bekerja di lingkungan Kementerian Agama Klaten sudah sejak tahun 2005. Awalnya ia adalah pegawai di KUA Prambanan, KUA Gantiwarno, lalu pindah ke Kemenag Klaten, KUA Jatinom dan KUA Trucuk.

Baca juga : Jokowi Laporkan Barang Gratifikasi ke KPK, Nilai Totalnya Rp 58 Miliar

Tindakan yang dilakukan Bakri mendapat apresiasi Kepala Kemenag Klaten Masmin Afif. Menurut Masmin, apa yang dilakukan Bakri bisa menjadi teladan dan contoh bagi ASN di lingkungan Kemenag Klaten.

"Tahun 2015-2016 Klaten mendapatkan nominasi juara dua zona integritas dari KPK. Sehingga awal 2017 sudah kita tekankan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, melayani," katanya.

Masmin menambahkan telah melakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai Kemenag Klaten dan KUA serta penghulu untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan menjaga zona integritas.

Kompas TV Mobil yang disita dari beragam merek mewah ini bernilai miliaran rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com