Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tulisan Siswi MTs Dzikir Pikir yang Menyentuh Hati dan Viral

Kompas.com - 21/03/2018, 20:29 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

fakta

fakta!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini benar.

BENGKULU, KOMPAS.com - Tulisan tangan Siti Ropiah, siswi MTs Dzikir Pikir di Desa Tik Teleu, Kabupaten Lebong, Bengkulu, pada 10 lembar kertas yang ditujukan pada gurunya cukup menyentuh hati.

Tulisan Siti Ropiah diunggah di beberapa akun sosial dan viral. MTs Dzikir Pikir merupakan sebuah sekolah yang dibangun swadaya oleh pemuda Kabupaten Lebong untuk menampung murid miskin.

Baca juga : Kisah Guru-guru Bergaji Rp 1.000 Per Hari di Bengkulu

Kepala MTs Dzikir Pikir, Sukamdani menyatakan, awalnya ia memberikan tugas belajar menulis untuk siswa. Namun ia sungguh terkejut saat mengetahui isi tulisan salah satu siswinya, Siti Ropiah.

Menurut Sukamdani, sebenarnya semua murid menulis, namun tulisan Ropiah mewakili seluruh rekannya yang mayoritas siswa kurang mampu.

"Ia menulis kisah hidupnya yang sungguh gigih dalam mendapatkan pendidikan meskipun ia berasal dari keluarga kurang mampu, di tengah keterbatasan kedua orangtuanya," ujar Sukamdani.

Berikut isi tulisan Ropiah:

Namaku Siti Ropiah. Aku berasal dari keluarga miskin. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Nama adikku adalah Maimah Ria. Pekerjaan ayahku adalah seorang kuli, dan pekerjaan ibuku adalah sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga). Untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya hanya mengandalkan kerja dari jerih payah orangtua.

Keadaan orangtuaku, yaitu ibuku, tidak bisa berbicara sejak aku lahir sampai sekarang. Sehingga aku harus menggunakan bahasa isyarat dengan ibuku. Meskipun ibuku mempunyai kekurangan seperti itu, aku tidak pernah malu ataupun mengeluh. Walaupun ibuku juga mempunyai kekurangan seperti itu, ibuku juga mempunyai kelebihan. Yaitu membuat kerajinan tangan berupa bintang dari belahan-belahan (bilah) bambu.

Walaupun keadaannya (ibu) seperti itu, aku tetap bersyukur. Keadaan ayahku sudah tua atau lanjut usia. Selama hidup, ayahku tidak pernah merasakan apa itu pendidikan. Ayahku buta huruf dan tidak bisa menulis. tetapi ayahku selalu berpesan kepadaku “belajar yang benar ya nak, jangan seperti ayahmu ini”. Aku pun menjawab, “iya pak”.

Setelah sekian lama aku tinggal di Tangerang, ketika aku masih kelas dua. Dan pada saat itu aku mulai sekolah dan duduk di kelas 2 SD. Karena di trans ayahku tidak punya pekerjaan, akhirnya ayahku mendapatkan pekerjaan yang jauh, sehingga kami harus tingga di sana. Aku pun pindah sekolah juga pada saat aku kelas 2 semester 2. Aku tinggal di sana tetapi aku tidak sekolah karena orangtuaku tidak mampu membiayai. Sekolahnya pun jauh, oleh sebab itu sekolahku tertunda.

Keluargaku tidak lama tinggal di sana karena melihatku tidak sekolah, akhirnya kami pindah lagi ke trans tempat tinggalku. Sesampainya di sana, aku pun melanjutkan sekolahku, tetapi harus mengulang dari kelas 2, karena semester 2 masih kosong. Waktu aku masih SD, kalau aku gak dikasih uang jajan, aku nangis, kadang gak mau sekolah. Tapi kini aku sadar, bahwa orangtuaku mencari uang itu susah.

Usai tamat SD, orangtuaku bingung untuk melanjutkan sekolah aku. Tapi ada orang yang kasih jalan keluarnya, yaitu aku harus tinggal di panti asuhan. Aku pun setuju dan begitu pula dengan orangtuaku. (Selanjutnya) aku dimasukan ke panti asuhan karena orangtuaku tidak mampu untuk membiayai aku sekolah. Selama aku tinggal di panti, aku harus menjadi anak yang mandiri.

Di panti aku harus melakukan kegiatan seperti menyapu, mengepel dan lain-lain. Beberapa hari aku tinggal di panti, aku menangis karena rindu dengan keluarga. Aku tinggal di panti tidak lama +- 1 tahun. Karena selain sebab yang lain, aku juga selalu mengingat keluargaku di sana. Aku pun pindah sekolah kelas 2 SMP. Diantara banyak sekolah di sini, aku memilih sekolah di MTs ZIKIR FIKIR karena lumayan dekat jaraknya dari rumah. Dan (ketika) adikku tamat SD, ia juga melanjutkan di MTs DZIKIR PIKIR.

Orangtuaku selain tidak bisa membiayai aku sekolah, kami juga terkadang kekurangan bahan pangan. Kadang makan aja (lauknya) sama ikan asin. Tapi aku bersyukur karena aku masih bisa makan bareng bersama keluargaku. Aku bangga seperti ini. Kujalani semua ini dengan tabah karena di luar sana masih banyak orang yang lebih susah dari aku. Dan aku juga bersyukur masih diberikan kesehatan dan bisa merasakan pendidikan. Dan di sana juga banyak orang yang tidak merasakan pendidikan.

Baca juga : Kisah Memprihatinkan Siswa dan Guru di Pedalaman Bengkulu

Kegiatan sehari-hariku sebelum berangkat sekolah setiap pagi aku membersihkan rumah, memberi pakan ternak kucing dan ayam. Setelah itu bergegas menyiapkan perlengkapan lalu berangkat sekolah dengan adikku berjalan kaki.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com