Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budidaya Jamur Tiram untuk Bantu Penghasilan Guru dan Pegawai Tidak Tetap

Kompas.com - 09/03/2018, 17:02 WIB
Markus Yuwono,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kisah mengenai minimnya gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) jamak kita jumpai hampir di setiap pelosok negeri ini.

Pejuang pendidikan harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup, di samping harus profesional mengurus anak didiknya.

Salah satu inovasi yang menarik dilakukan oleh SD Jatisari, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Para GTT dan PTT memanfaatkan ruang kosong di sekolah untuk membudidayakan jamur tiram.

Budidaya jamur ini digunakan untuk menambah penghasilan sekolah yang terletak di perbatasan Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Semin ini. Budidaya jamur yang sudah dilakukan sejak Agustus 2017 itu mulai dirasakan manfaatnya oleh para guru.

Kepala Sekolah SD Jatisari, Subardi, mengatakan, budidaya jamur ini bermula saat dirinya menjadi kepala sekolah SD Jatisari pada Juli 2017. Saat itu, dirinya melihat ada ruangan kosong antara ruang kelas dan kamar mandi belakang.

Baca juga: KKP Bantu Fasilitas Budidaya untuk Penangkap Benih Lobster di Lombok

Pada bulan Agustus, dirinya berinisiatif membawa 100 baglog (media tumbuhnya jamur) dan menguji coba untuk ditanam.

"Sekolah kami cenderung memiliki suhu yang sejuk dan lembab. Ada ruang kosong antara gedung ruang kelas dan ruang belakang yang cocok dijadikan tempat budidaya jamur," kata Subardi saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (9/3/2018).

Uji coba awal ini cukup berhasil, jamur tiram yang dibudidayakan tumbuh dengan baik. Saat panen, beberapa hasilnya diberikan kepada komite, guru, dan beberapa warga sekitar. Sisanya dijual, ternyata hasil sisanya pun menutup biaya pembelian bibit.

Melihat prospek yang begitu bagus, apalagi di wilayah timur Gunung Kidul belum banyak budidaya jamur tiram, para GTT dan PTT pun berinisiatif mengembangkan budidaya jamur tiram ini.

Ada 6 GTT dan 2 PTT di sekolah tersebut. Setiap orangnya menyetorkan uang Rp 165.000 untuk membeli bibit. Baglog tersebut dibeli dari produsen di wilayah Sleman dengan harga Rp 2.500 tiap baglog.

"Saat ini ada sekitar 850 bibit karena keterbatasan tempat dan modal," imbuh Subardi.

Saban hari GTT dan PTT melakukan perawatan, tanpa mengganggu proses belajar mengajar terhadap 114 murid di sekolah itu. Perawatannya sangat mudah, hanya dengan semprotan air yang tidak terlalu basah.

Hasil yang didapat dari jamur akan tumbuh di baglog antara 6 hingga 8 kali selama kurun waktu 3 hingga 4 bulan. 

Baca juga: Freeport Dukung Budidaya Ikan Nila Lokal di Papua 

Subardi menuturkan, hasil budidaya ini cukup untuk menambah penghasilan GTT dan PTT yang setiap bulannya hanya mendapatkan penghasilan minim. Jamur tiram bisa dipanen 1 hingga 2 kg per hari.

"Honor mereka hanya didapatkan dari BOS (Bantuan Operasional Siswa) dan itu hanya 20 persen maksimal. Kami punya GTT yang jarak rumah dengan sekolah jauh, dan jika hasilnya Rp 200.000, untuk uang bensin saja habis. Untuk itu, kami mengembangkan (budidaya jamur tiram) agar menambah penghasilan," tuturnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com