Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasi Kotak Sebabkan 150 Orang Keracunan, Pemilik Pesta Minta Maaf

Kompas.com - 07/03/2018, 13:40 WIB
Ari Maulana Karang,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com - Wajah Hendi (50), terlihat begitu lelah saat ditemui di sudut ruang tunggu Puskesmas Malangbong.

Dia duduk di sudut kursi besi panjang di ruang tunggu yang juga jadi tempat Wini (12), anak keempatnya, tergolek lemas menjalani perawatan. Hendi masih shock menerima kenyataan yang terjadi.

Hendi adalah warga Kampung Rancamaya Desa Sukawayana yang menggelar hajat pernikahan anak keduanya pada Selasa (6/3/2018).

Belum selesai hajat pernikahan anaknya, warga kampungnya tiba-tiba banyak yang menderita gejala keracunan makanan diduga akibat makan nasi kotak yang dibagikan olehnya sebelum hajat, Senin (5/3/2018).

(Baca juga: Anak Pemecah Batu Menangis Cium Kaki Ayah setelah Resmi Dilantik Jadi Polisi)

Bukan hanya warga, anak keempatnya, Wini, juga merasakan hal serupa hingga harus mendapatkan perawatan seperti warga lainnya di Puskesmas Malangbong.

"Acara pernikahan juga belum selesai, saya langsung ke Puskesmas bawa anak saya karena sama seperti yang lain," kata Hendi ketika ditemui di Puskesmas Malangbong, Selasa (6/3/2018) malam.

Hendy mengaku, bagi dirinya dan istrinya, Imas Sa'adah, hajat pernikahan ini adalah yang pertama kalinya digelar. Mereka menikahkan anak keduanya, Risma.

Namun, dirinya tidak pernah menyangka sama sekali hajat pertamanya harus seperti sekarang.

"Enggak nyangka sama sekali, saya juga bingung harus bilang apa," katanya dengan kalimat terbata-bata.

Hendy mengaku, untuk hajat pernikahan anaknya, urusan masak-memasak dilakukan secara gotong royong bersama para tetangganya. Dia tidak banyak ikut campur dengan prosesnya.

(Baca juga: Pengantin Diminta Bayar Rp 120 Juta untuk Pakai Helikopter Polisi)

Yang dia tahu, memasak dilakukan hingga dua kali karena harus menyiapkan nasi kotak untuk dibagikan sebelum hajatan dan untuk prasmanan saat resepsi pernikahan.

"Urusan masak mah gotong royong sama tetangga, saya tidak banyak ikut campur," ungkap Hendi.

Hendi meminta maaf atas apa yang terjadi meski sampai saat ini dirinya belum bisa pulang ke rumah untuk menyampaikan permintaan maaf kepada para tetangganya. Dia juga masih harus menunggui anaknya yang juga terkena gejala keracunan makanan.

Kejadian luar biasa

Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Asep S Sulaeman, menyampaikan, kasus yang terjadi di Desa Sakawayana ini sudah bisa dikategorikan sebagai kejadian luar biasa (KLB) meski sampai saat ini belum ada penetapan status KLB oleh Pemkab Garut.

Pasalnya, kejadian ini telah menyebabkan 150 orang menjadi korban.

"Itu (status KLB) kewenangan kepala daerah, tapi sudah bisa disebut memenuhi kriteria KLB," ungkapnya saat ditemui di Puskesmas Malangbong, Selasa (6/3/2018) malam.

Saat ini, menurut Asep, pihaknya berupaya melakukan upaya penanganan tanggap darurat dengan mengevakuasi semua korban ke fasilitas-fasilitas kesehatan milik pemerintah. Beberapa Puskesmas dengan tempat perawatan pun telah disiapkan, terutama Puskesmas yang ada di wilayah Garut Utara.

"Ada Puskesmas Limbangan, Cibatu yang ada tempat perawatan, semua Puskesmas di Utara juga disiapkan dengan rujukan akhir RSUD dr Slamet," tutur Asep.

(Baca juga: 150 Warga Keracunan Makanan, Diduga gara-gara Nasi Kotak dari Hajatan)

Hingga Selasa (6/3/2018) malam, petugas kesehatan masih terus berupaya mengevakuasi para korban ke beberapa Puskesmas terdekat mengingat Puskesmas Malangbong telah mengalami over kapasitas. Evakuasi juga dilakukan untuk korban yang sebelumnya mendapat perawatan di aula Desa Sukawayana.

Lebih dari 10 ambulans tampak hilir mudik dari Puskesmas Malangbong maupun Aula Desa Sukawayana untuk mengevakuasi korban dengan tujuan Puskesmas Limbangan dan Cibatu serta beberapa Puskesmas lainnya di wilayah Utara Garut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com