Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Pernikahan Dini, Pemkab Kulon Progo Punya Peraturan Khusus

Kompas.com - 03/03/2018, 16:59 WIB
Dani Julius Zebua,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

 

KULON PROGO, KOMPAS.com - Seksi Kemasyarakatan di Kantor Desa Karangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, mencatat dua pernikahan dini anak di bawah umur sebelum 2018. Satu pernikahan dini pada 2015 dan satu lagi pada 2016. Pada tahun 2017 hingga sekarang, belum ditemukan pernikahan dini anak di bawah umur di desa ini.

Pernikahan dini di desa ini pada 2015 terjadi antara anak yang baru duduk di kelas I SLTP dengan seorang anak laki-laki putus sekolah usia 17 tahun. Pada tahun 2016, seorang anak perempuan yang baru kelas II SMK menikahi anak laki-laki yang baru masuk SMP. Semuanya dilakukan setelah terjadi kehamilan tidak diinginkan.

“Yang kasus 2016, pengantin perempuan berasal dari keluarga tidak mampu, dan yang laki-laki hidup bersama neneknya karena kedua orangtuanya bekerja di luar kota,” kata Saptari Ningsih, Kepala Seksi Kemasyarakatan Desa Karangsari, Sabtu (3/3/2018).

Kasus pernikahan dini di Desa Karangsari terbilang sangat sedikit, terlebih bila dibandingkan dengan 100-an pernikahan dalam setahun di desa yang berpenduduk 13.500 jiwa itu. Meski sedikit, menurut Saptari, tetap harus bisa diantisipasi karena hak anak bakal tidak terpenuhi ketika pernikahan dini terjadi.

Wawasan pernikahan yang baik seperti ini sedikit banyak dipengaruhi tingkat pendidikan orang tua dan anak, perekonomian keluarga, hingga kondisi masyarakat.

“Yang pada 2015 itu berasal dari pekerja di tambang batu. Ayahnya menambang, ibunya membantu mengumpulkan batu,” kata Saptari.

Baca juga: Pernikahan Dini karena Ekonomi Masih Marak Terjadi di Rembang

Hal yang terjadi di Karangsari sejatinya bagian dari banyaknya laporan serupa di Kulon Progo. Dinas Sosial mencatat, terdapat 36 pernikahan dini sepanjang 2017. Jumlah ini memang lebih rendah dari tahun sebelumnya, yakni 43 pernikahan serupa pada 2016 dan 46 sepanjang 2015. Sepanjang Januari 2018 saja, terdapat 10 pernikahan dini, dua di antaranya ada di Pengasih.

“Pernikahan dini yang pernah kami temui paling kecil melibatkan anak umur 13 tahun. Kebanyakan masih sekolah dan terpaksa putus sekolah karena menikah,” kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Dinas Sosial Kulon Progo, Woro Kandini.

Kabid PPA ini mengungkapkan, kehamilan tidak diinginkan atau hamil sebelum menikah masih menjadi alasan utama. Pada 2017 saja, kata Woro, 34 dari 36 pernikahan dini terjadi karena kehamilan tidak diinginkan.

Selain kehamilan tak diinginkan, ternyata masih berkembang dalam masyarakat di daerah pinggiran yang menganggap anak boleh menikah setelah punya pasangan. Mereka berpandangan, cepat menikah bisa menghindarkan aib bila terjadi hal yang tidak diinginkan di hari depan, atau karena orang tua tidak ingin terbebani, atau juga karena persoalan ekonomi. “(Harusnya) jangan berpikir anak nanti tidak payu (bahasa Jawa: laku),” kata Woro.

Menurut Woro, banyak risiko dalam pernikahan dini. Anak akan menghadapi dampak buruk perkawinan karena ketidaksiapan pasangan menjalani kehidupan berkeluarga, seperti kekerasan dalam rumah tangga, persoalan meningkatkan kualitas hidup dan manusia, risiko perceraian, serta masalah sosial lain.

Sebaliknya, anak seharusnya masih mendapatkan hak dasar, utamanya pendidikan, kesehatan, menyampaikan gagasan, dan terbebas dari tindak kekerasan.

Baca juga: Pernikahan Dini dan Cara Pandang Orangtua Penyebab Remaja Tak Lanjut Kuliah

Pemerintah daerah diklaim sudah mengantisipasi. Salah satunya melalui Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak. Dalam peraturan ini, anak dikategorikan di bawah 18 tahun. Peraturan itu mewajibkan semua lembaga, institusi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, hingga keluarga mendukung upaya pencegahan pernikahan usia anak.

Salah satu upaya mendukung pencegahan ini, Kantor Desa Karangsari menggelar Deklarasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak, Sabtu (3/3/2018). Seluruh komponen desa, mulai dari tokoh agama, BPD, LPMD, KUA, puskesmas, kelompok forum penanganan korban kekerasan, hingga tokoh masyarakat, hadir dalam deklarasi ini.

Deklarasi bersama ini nantinya akan melahirkan aksi berupa sosialisasi tak henti hingga tingkat yang paling bawah, yakni keluarga. “Setelah dari deklarasi ini, kami akan gencar sosialisasi ke lewat semua jalur sampai di tingkat yang paling bawah,” kata Saptari.

Bagaimana dengan pernikahan dini yang tidak bisa dihindari? “Kita ada P2TP2A yang membantu pendampingan. Kita juga ada psikolog yang membantu,” kata Woro.

Kompas TV Lantas apa penyebab dan bagaimana upaya untuk mengurangi rantai pernikahan di usia remaja?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com