Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Desa Bersejarah Ini, Ambulans Pun untuk Mengangkut Air Bersih

Kompas.com - 02/03/2018, 22:12 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Desa itu dikelilingi perbukitan yang sebagian besarnya masih tertutup hutan. Banyak orang yang mengira bukit-bukit itu mengandung emas. Ini karena sebagian warga desa tersebut bermata pencarian sebagai penambang emas.

Namun, punya emas bukan berarti bisa membeli segalanya. Air bersih, sebagai kebutuhan paling dasar bagi manusia, sulit dicari di sini. Menggali emas boleh dibilang lebih mudah diperoleh dibanding memperoleh air bersih di sini.

Itulah situasi sehari-hari yang dihadapi masyarakat Desa Sambi, di hulu Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Kondisi serba susah ini pun dialami para tenaga kesehatan yang bertugas di sana, yang sebagiannya bukan warga asal desa itu.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih itu, para staf Puskesmas Sambi harus menggunakan ambulans. Hal ini terpaksa dilakukan karena selain turun naik dan berbatu, jarak menuju sumber mata air cukup jauh, yaitu sekitar dua kilometer.

Baca juga: Akibat Banjir, Pasokan Air Bersih ke Tapos dan Cimanggis Masih Terganggu

Selain itu, jangan bayangkan sumber mata airnya berupa air bening yang mengalir deras dari sela-sela bebatuan. Air yang mereka ambil itu berasal dari sungai kecil yang dangkal. Lebar sungai itu hanya tiga meter. Kedalaman air hanya di bawah lutut orang dewasa.

Air bersih itu harus diambil dengan hati-hati. Air harus disentuh secara perlahan dalam pengisian ke jeriken. Sedikit saja timbul gelombang, air akan menjadi keruh.

Agus Aprianto, seorang perawat di Puskesmas Sambi, mengunggah video momen pengambilan air itu di halaman Facebook-nya, Kamis (1/3/2018). Kepada Kompas.com, via sambungan telepon, Agus menuturkan, ia mengambil video pengangkutan air itu pada 22 Februari 2018.

Menurut dia, saat ini di Sambi masih musim hujan. Namun, itu tidak berarti memperoleh air menjadi lebih mudah. Bukan hanya air bersih, untuk keperluan cuci dan kakus pun mereka kesulitan. Biasanya untuk sekadar mandi dan cuci, mereka menyedot air cerukan di dataran rawa belakang puskesmas menggunakan mesin pompa air.

"Pagi, sore, kita masih bingung mandi ke mana gitu. Gara-gara mesin air di puskesmas rusak," kata Agus.

Baca juga: Hujan, Warga Dusun Sidoarjo Gunungkidul Tetap Kesulitan Air Bersih

Desa bersejarah

Meski terpencil, dengan jarak 150 kilometer dari Pangkalan Bun, Desa Sambi bukan nama yang asing secara historis. Di desa berpenduduk kurang dari 1.000 jiwa inilah lokasi penerjunan pertama pasukan payung TNI AU. 

Setiap tanggal 17 Oktober, peristiwa itu selalu diperingati oleh TNI AU dan pemerintah daerah. Bahkan, pada 17 Oktober lalu, Paskhas TNI AU menurunkan 20 peterjun pada pagi buta untuk mengenang peristiwa itu. Sebuah monumen untuk mengenang penerjunan itu pun didirikan di sana.

Buruknya infrastruktur sudah lama dikeluhkan warga desa itu. "Yang kami butuhkan saat ini, jalan, listrik, air, dan sinyal telepon," kata Yulia, warga setempat, yang sehari-harinya diserahi tugas merawat monumen di desanya itu, saat Kompas.com turut meliput acara peringatan penerjunan itu.

Kholidin, Kepala Desa Sambi, mengatakan, di desanya hanya ada beberapa sumur umum. Namun, untuk air minum, warga desanya lebih banyak mengambil dari sumber mata air alami.

"Itu kebiasaan kami," kata Kholidin kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (2/3/2018).

Ia mengatakan, hasil musrenbang terbaru di tingkat kecamatan mengakomodasi usulan pembangunan sumur pada 2019 untuk kebutuhan puskesmas di desanya.

Sementara itu, pembangunan jalan yang lebih baik yang melintasi desa itu sudah mulai dilakukan dengan pendanaan dari konsorsium perusahaan kebun dan tambang di sekitarnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com