Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Asa di Tanah Datuk

Kompas.com - 01/03/2018, 09:58 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

Hanya Klaim

Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Misran membenarkan, hutan adat Sekundur dulunya adalah wilayah Kedatukan Besitang. Kemudian diserahkan kepada Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, tanah diserahkan kembali ke pemerintah Indonesia dan menjadi hutan negara dengan harapan untuk dilestarikan.

"Mereka punya sejarah, tidak ada masalah menurut saya. Kalau mereka juga ingin melestarikan, ya kita respons positif," ujar Misran, Selasa (28/2/2017) petang.

Secara yuridis formal, sambung Misran, keberadaan TNGL ada dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang Peresmian Lima Taman Nasional di Indonesia.

Berdasarkan pengumuman ini, luas TNGL 792.675 hektar. Lalu ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 719/Dj/VII/1/80 tanggal 7 Maret 1980 yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser berisi pemberian status kewenangan pengelolaan TNGL kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser.

Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan pula Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 276/Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TNGL seluas 1.094.692 hektar yang terletak di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Pada 8 Agustus 1935, terbentuklah kelompok hutan Langkat Sekundur. Setahun kemudian tepatnya 12 Agustus 1936 tata batas dilakukan.

Kemudian 30 Oktober 1938, berdasarkan keputusan Sultan Langkat ditetapkanlah Kelompok Hutan Langkat Sekundur, Langkat Selatan, dan Langkat Barat sebagai Suaka Margasatwa Sekundur dengan nama Wilhelmina Katen dengan total luas 213.985 hektar.

"Jadi tidak ada hak apapun di situ. Taman nasional sudah ditetapkan pemerintah secara hukum, sudah jelas itu. Jadi kalau ada klaim berada di dalam kawasan, ya gak apa-apa, kan hanya mengklaim saja," ucapnya.

Pihaknya menghargai keberadaan masyarakat kedatukan dan tidak menganggap hal ini masalah. Karena keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu pelestarian dan perlindungan kawasan hutan.

Misran mengaku akan bersama-sama masyarakat berkolaborasi untuk mengelolanya. "Kita tidak permasalahkan siapa mereka. Ke depannya, persoalan masa lalu seperti perambahan dan illegal loging yang akan kita selesaikan," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com