Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elang Brontok Dilepasliarkan di Gunung Kidul dengan GPS

Kompas.com - 26/02/2018, 14:15 WIB
Markus Yuwono,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Seekor elang brontok (Nisaetus cirrhatus) dilepasliarkan di Stasiun Flora Fauna, Taman Hutan Raya Bunder, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (25/2/2018).

Sebelum dilepaskan di alam bebas, elang berjenis kelamin jantan berusia 6 tahun yang diberi nama Wira tersebut sebelumnya menjalani proses rehabilitasi sejak 18 November 2013 di Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta–Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY).

Tempat itu dilengkapi dengan satellite tracking.

Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta Junita Parjanti menyampaikan, pihaknya mengapresiasi kerja sama lintas lembaga konservasi yang ada di Yogyakarta dalam upaya konservasi satwa dilindungi.

"Ini adalah kali kedua Tim Gabungan Pelepasliaran Elang Yogyakarta bekerja bersama-sama, mulai dari cek medisnya, persiapan lapangannya termasuk survei habitat, pembangunan kandang dan lainnya untuk pelepasliaran ini. Sebelumnya, 25 Januari lalu, kami bersama-sama telah melepasliaran Elang Bido dan Alap-alap Sapi di kawasan Jatimulyo, Kulon Progo," katanya Minggu.

(Baca juga: Air di Danau Sedalam 60 Meter di Gunung Kidul Mendadak Habis dalam 2 Jam)

Sebelum dilepasliarkan, Wira menjalani proses habituasi data pengamatan yang diperoleh relawan dari Tim Percepatan Pelepasliaran Elang Jogja.

Wira dinilai aktif setelah dipindahkan dari tempat rehabilitasi di WRC Jogja, situs milik YKAY ke kandang habituasi ini.

"Aktivitas pergerakan elang selama di kandang habituasi bagus, aktif kemudian respon terhadap pakan hidup juga baik," tuturnya.

Salah seorang anggota Yayasan konservasi Elang Indonesia, Gunawan, menuturkan, elang brontok itu sudah layak untuk dilepasliarkan setelah direhabilitasi.

"Selama 4 tahun, selama ini belajar berburu, terbang, mengembalikan nalurinya. Jadikan naluri satwa liar itu jika didekati manusia akan menghindar," ucapnya.

Untuk wilayah Gunungkidul, populasi elang brontok ada di beberapa lokasi, yaitu di daerah Tepus, Hutan Wonosadi, Ngawen, Panggang, Mangunan, dan Bantul.

"Elang digunakan sebagai indikator ekosistem. Asumsinya bisa bertahan di sana. Ekosistemnya masih bagus," ujarnya.

(Baca juga: 4 Lubang yang Muncul di Gunung Kidul Kian Lebar, Warga Jadi Resah)

Sementara itu, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, kegiatan pelepasliaran ditujukan karena elang berhak hidup di ekosistemnya.

"Dia (elang) bagian dari sistem ekosistem yang sehat di masa lalu, tetapi sekarang banyak problem pemeliharaan di masyarakat, penembakan hewan. Di Yogyakarta banyak sekali (Penggunaan Senapan Angin Untuk berburu) padahal kota pendidikan. Saya imbau masyarakat tidak menggunakan senapan angin dan tidak memelihara burung-burung yang dilindungi UU," ujarnya.

Dia mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan pemantauan terhadap elang tersebut. Oleh karena itu, saat dilepaskan, elang milik BKSDA Yogyakarta itu dipasangi GPS di tubuhnya.

Dokter hewan drh. Tauhid dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada mengatakan, GPS dengan satellite tracking menggunakan baterai dengan tenaga surya (solar cell) yang dapat bertahan antara 2-3 tahun.

"Selama mendapatkan sinar matahari yang cukup bisa bertahan 2 sampai 3 tahun, dan data yang dapat diunduh di antaranya data ketinggian jelajah, wilayah jelajah, kecepatan terbang, dan suhu lingkungan," imbuhnya.

 

 

Kompas TV BKSDA bersama Yayasan Wildlife Rescue Center dan UGM Yogyakarta berencana melepasliarkan seekor burung elang brontok di kawasan hutan Bunder, Gunung Kidul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com