Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu TKW di Turki, Ditumpuk seperti Kucing dan Disiksa hingga Tulang Iga Patah

Kompas.com - 23/02/2018, 13:42 WIB
Fitri Rachmawati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com — Satu per satu tas berisi pakaian dengan warna biru dongker disusun rapi. Tak ada oleh-oleh atau buah tangan lain yang turut mereka bawa. Sebagian memilih pojok ruangan untuk sembunyi dan menutup wajah mereka.

“Saya malu, jangan diambil gambar kami. Kami ini malu diketahu orang di kampung,” kata SAK (20), warga Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang langsung menutupi sebagian wajahnya dengan sisa jilbab yang menggelantung, Jumat (23/2/2018).

Bukan tanpa alasan SAK menyimpan rasa malu. Sebulan ini, dia dan lima TKW asal Dompu lainnya harus menjalani pemeriksaan sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kepolisian Daerah  NTB.

Mereka berenam adalah TKW yang berani mengambi risiko melarikan diri dari tempat mereka disekap di Turki. Perjuangan mereka lari dari kejahatan kemanusiaan itu bukanlah hal mudah, apalagi di negara orang. Keterbatasan bahasa menjadi kendala, juga status mereka yang ilegal di negeri orang.

Pada Kamis (22/2/2018) sore kemarin, bus menuju Dompu telah membawa mereka pulang ke kampung halaman setelah sebulan berada di Mataram menjalani pemeriksaan seusai mereka tiba di Tanah Air pada Januari silam.

Jumat ini mereka akan bertemu keluarga dan berusaha melupakan kisah pahit mengadu nasib di Turki demi kehidupan yang lebih baik.

Baca juga: Kisah TKW Lombok yang Selamat dari Sindikat Perdagangan Orang

Enam orang TKW ini masing-masing SAK (20), SY, S dan JN (21) serta SK dan LK (19). Mereka sudah bersiap naik kendaraan travel untuk kembali ke kampung halaman di Dompu.

Pakaian yang mereka dapatkan dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Dinas Sosial Provinsi NTB terbilang cukup untuk sementara ini karena saat melarikan diri mereka hanya membawa baju yang melekat di badan.

Kondisi para TKW memang telah berangsur membaik. Perasaan trauma mulai menghilang.

Kepada Kompas.com, para TKW ini membuka cerita pahit mereka selama berada di tempat penampungan. Selain merasakan kekerasan fisik, mereka juga mengalami pelecehan seksual, bahkan ada yang diminta untuk kawin kontrak oleh seorang warga Turki yang juga menjadi agen. Para agen juga kerap bertindak kejam terhadap mereka.

Menurut mereka, puluhan TKW lainnya asal NTB hingga kini masih berada di tempat penampungan dan tak diketahui lagi nasibnya.

Pengakuan para TKW telah membuka tabir bahwa masih banyak warga NTB yang terjebak dalam penampungan dan merupakan TKW ilegal.

SAK yang semula berprofesi sebagai bidan di klinik swasta di Mataram mengaku kecewa atas apa yang dialaminya.

“Saya ingin mendapatkan penghasilan layak. Selama ini honor saya hanya Rp 500.000 per bulan. Saya dijanjikan bekerja di Turki sebagai tenaga kesehatan dengan gaji yang mencapai Rp 4 juta, tapi semua itu palsu, pengalaman ini pelajaran bagi saya dan saya kapok,” kata SAK sedih.

Baca juga: Menguak Cerita 6 TKW, Korban Perdagangan Manusia Asal NTB

Tekong atau calo yang membujuknya malah menjanjikan gaji dalam bentuk dollar. SAK pun tertarik dan nekat berangkat ke Turki tanpa seizin suaminya. Sepekan berada di Jakarta, SAK menanyakan soal kontrak kerja, tetapi hanya dijanjikan dengan dalih masih menunggu terbitnya visa kerja.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com