Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putu Wijaya Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari ISI Yogyakarta

Kompas.com - 21/02/2018, 19:11 WIB
Markus Yuwono,
Reni Susanti

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Seniman I Gusti Ngurah Putu Wijaya mendapatkan anugerah doktor honoris causa (HC) bidang teater dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Putu tak menyangka mendapatkan gelar tersebut.

Dalam penerimaan gelar HC ini, Putu Wijaya menyampaikan pidato ilmiahnya berjudul 'tradisi baru' dalam sidang senat terbuka di Concert Hall ISI Yogyakarta, Rabu (21/2/2018).

"Karya-karyanya luar biasa, demikian juga dengan jasa-jasanya dalam mengembangkan ilmu dan dunia teater modern Indonesia," kata Rektor ISI Yogyakarta, Prof Dr M Agus Burhan M Hum dalam sambutannya, Rabu.

Tak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan gelar ini. Memerlukan proses panjang dari proses pengusulan nama dari Program Studi Teater Fakultas Seni Pertunjukan, kemudian naik ke tingkat senat sampai akhirnya disetujui Menristekdikti.

(Baca juga : Hari Pahlawan, Menteri Susi Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari ITS )

Agus mengatakan, karya Putu Wijaya dalam sastra dan teater berbeda dibandingkan seniman lainnya. Putu mampu menggugah kesadaran manusia tentang kehidupan dan realitas masyarakat.

Atas dasar itulah, ISI memberikan gelar HC kepada Putu yang sudah puluhan tahun mengabdi bagi dunia seni di Indonesia.

"Dalam karyanya manusia adalah pejalan larut yang selalu terbuka dengan daya hidup, energi yang meluap dan impuls-impuls yang mengalir. Tetapi juga bisa dalam pikiran yang kosong dan tubuh tak terdiam, sehingga bisa memunculkan energi yang hening dan murni," tuturnya.

Promotor gelar, Prof Dr Yudiaryani MA mengapresiasi karya Putu wijaya. Dalam menghadapi benturan antara tradisi lokal dan modern, Putu berhasil membuatnya mengalir. Tradisi baru yang dimaksud adalah transformasi nilai budaya kedaerahan menjadi nilai kebangsaan.

"Nilai tradisi semacam itu bisa menjadi jurus ampuh untuk teater modern Indonesia agar bisa bersaing di tengah wajah teater dunia," ucapnya.

Sementara Putu Wijaya yang datang menggunakan kursi roda mengatakan sempat ditanya beberapa wartawan mengenai penganugrahan ini apakah menjadi beban atau tidak. Dia pun menjawab tidak masalah kala itu.

Ia mengaku memiliki beban berat saat menerima penghargaan, lantaran ia merasa sebagai seniman bukan akademisi.

"Saya tidak mempunyai beban apa-apa. Tetapi sebenarnya saya bohong. Ketika menerima SMS bahwa saya akan diberi penghargaan saya siap. Tetapi kemudian saya malu, apa yang saya miliki, apa yang membenarkan saya untuk memperoleh penghargaan ini," ucapnya.

(Baca juga : Dosen FISIP Unair Kecam Gelar Doktor Honoris Causa Muhaimin Iskandar)

Saat menerima penghargaan, Putu sengaja mengenakan batik dan sepatu kets duduk di kursi roda. Pakaian yang nyentrik ini bukan tanpa alasan. Menurut dia, batik dan kets menjadi bagian dari tradisi Indonesia.

"Duduk di depan anda sekalian dengan memakai sepatu kets seperti ini. Karena sepatu kets ini bagian dari tradisi juga. Kemudian izinkan saya memakai baju batik saja. Saya suka memakai baju batik karena baju batik ada di seluruh Indonesia," tuturnya.

I Gusti Ngurah Putu Wijaya lahir di Tabanan, Bali pada 11 April 1944. Setelah menyelesaikan SMA di Bali, Putu kuliah di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta dan lulus tahun 1969.

Ia juga belajar seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan seni drama di Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com