Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusuf Mansur Sebut Kebijakan Dedi Mulyadi Liar...

Kompas.com - 13/02/2018, 13:43 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com — Salah seorang ustaz muda kondang di Indonesia, Yusuf Mansur, mengatakan, kebijakan dan gagasan kepemimpinan Dedi Mulyadi sebagai Bupati Purwakarta selama ini dinilai sangat liar dan berbeda dengan sistem kepemimpinan kepala daerah pada umumnya.

Meski demikian, kebijakannya yang sudah dijalankan di Purwakarta malah langsung dirasakan oleh masyarakat dan menjadi jalan keluar semua permasalahan selama ini.

"Kalau bahasa kasarnya, Kang Dedi itu liar. Tapi, gagasan, pemikiran dan kebijakan seperti ini sangat dibutuhkan oleh kita. Pemimpin seperti itu sangat dibutuhkan," ujarnya saat mengunjungi Purwakarta, Jumat (9/2/2018) lalu.

Rahasia berbagai gagasan Dedi yang dituangkan melalui kebijakan saat masa kepemimpinannya di Purwakarta ternyata diambil dari pendidikan orangtua dan pengalamannya saat kecil.

Yusuf Mansur pun tertarik. Menurut Yusuf, pengalaman Dedi selama mendapat didikan kedua orangtuanya memang bisa diaplikasikan kepada para pelajar selama ini untuk mencegah terkikisnya kebudayaan sendiri oleh pengaruh luar.

"Saya juga jadi teringat ibu saya sendiri, didikan seorang ibu memang kuat. Saya melihat, pengalaman itu sudah berusaha diterapkan oleh Kang Dedi kepada anak-anak Purwakarta," kata Yusuf.

Kebijakan kontroversial

Sementara itu, Dedi Mulyadi sempat menjelaskan tentang filosofi pendidikan yang sengaja diterapkan di Purwakarta. Selama ini, daerahnya berupaya menciptakan generasi muda yang berkualitas dan bukan generasi muda yang terkungkung oleh basis penilaian angka dan hanya materi dalam sebuah pengajaran pendidikan.

"Esensi pendidikan itu harus melahirkan generasi berkualitas, bukan generasi angka. Saya mohon maaf kalau kebijakan saya selama ini membuat gerah para pendidik. Ini bertujuan menciptakan itu," ungkap Dedi.

Baca juga: Begini Pendidikan Berkarakter yang Diterapkan Purwakarta

Selama ini, kebijakan bidang pendidikan di Purwakarta tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2015 tentang Pendidikan Berkarakter.

Meski baru dibuatkan peraturan bupati pada tahun tersebut, program pendidikan berkarakter ini sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 2008 silam.

Di antara kebijakan yang pernah mengundang kontroversi dari para pendidik adalah kebijakan penghapusan pekerjaan rumah bagi pelajar. Dedi berpandangan, setelah jam pelajaran usai, seharusnya pelajar tidak dibebankan lagi tugas akademik, melainkan fokus pada pendidikan keluarga.

"Saya ingin ada internalisasi pelajar dengan guru dan pelajar dengan orang tua. Maka, tidak boleh ada pekerjaan rumah. Semua pelajaran dan tugas harus diselesaikan di sekolah, tidak boleh dibawa ke rumah. Pelajar harus fokus pada pendidikan keluarga selama di rumah," ujarnya.

Kebijakan lain yang kontroversial adalah program masuk sekolah pukul 06.00 WIB. Selain bertujuan agar pelajar bangun pagi untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah bersama orang tua, kebijakan ini pun dimaksudkan menggenjot disiplin pelajar.

Baca juga: Bupati Dedi Wajibkan Siswa di Purwakarta Berjalan Kaki Saat ke Sekolah

Selain itu, dalam pendidikan berkarakter tersebut juga memasukan program mengaji dan pendalaman kitab kuning ke dalam kurikulum lokal setempat.

"Bagi pelajar Muslim diwajibkan mengaji Al Quran dan kitab kuning, bagi pelajar non-Muslim pun mengkaji kitab agama masing-masing. Alhamdulillah, setelah dirasakan oleh pelajar dan para orangtua, akhirnya program pendidikan ini jadi sangat didukung oleh masyarakat," pungkasnya.

Kompas TV Dedi menilai hal itu merupakan dukungan karena adanya hubungan kedekatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com