Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Kampoong Art Attack: Seni untuk Warga Kampung Besar Jakarta

Kompas.com - 13/02/2018, 09:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tak hanya di tembok, tanah dan lahan lain di kampung menjadi hamparan anak-anak warga kampung yang kemudian merespons, menggunakannya menjadi bagian kegembiraan-kegembiraan kecil mereka.

Pertumbuhan Kota Tangerang hari ini memang merebak pesat, seperti pusat satelitnya, Jakarta, menjadikan kelompok kota-kota mandiri di dalamnya meraksasa.

Tangerang enyediakan fasilitas internasional seperti rumah sakit, perumahan elit yang eksklusif, universitas, pusat perkantoran, hotel dan belanja super modern. Sementara, memisahkan kampung-kampung tradisional di sekitarnya.

JAM dan komunitas setempat, Agen Kultur, dengan proyek seni Tembok Belajar membuka “tembok-tembok tebal” yang meminimalisasi warga setempat untuk mengakses pendidikan.

Setidaknya, seniman-seniman telah memberi ruang anak-anak itu terus belajar dengan bermain-bermain untuk sementara waktu, dengan cara-cara yang lebih kreatif daripada di ruang-ruang kelas formal.

Sebelum menggelar event pada 2017, dengan Festival Gang Abdul Jabar 2 di Jagakarsa, Jakarta Selatan, bersama komunitas Urbanspace, JAM telah kembali ke Ibu Kota dan langsung menuju perbatasan Kampung Melayu-Jatinegara dengan berkonsentrasi di kampung Bali Mester, Jatinegara.

Kampung Bali Mester adalah kampung yang majemuk dalam konteks etnis, budaya, dan keyakinan warganya.

Kampung Bali Mester adalah kampung etnis Bali yang sama tuanya dengan pemukim etnis Bali di Tambora, Jakarta Barat. Penamaan ’Mester’ diambil dari nama Meester Cornelis, penginjil yang membeli tanah di kawasan itu pada 13 Desember 1656.

Sejak saat itu, Bali Mester menjadi cawan akulturasi berbagai latar belakang etnis dan budaya. Sebagai cawan adukan berbagai budaya, Bali Mester menyatu dalam perbedaan yang saling diterima para warganya.

Kearifan leluhur Bali Mester menenggang ragam terwariskan hingga kini, termasuk ketika Bali Mester bersinggungan dengan kompleksitas urban Jakarta.

JAM berkerja terus dengan komunitas-komunitas setempat, dan kali ini dalam konteks Kampung Bali Mester pada 2016, dengan komunitas peduli skizofrenia Indonesia, pesan yang disampaikan jelas dengan menawarkan asa tentang toleransi, kerukunan, dan saling bekerja sama antarwarga kampung.

Di situs Kampung Bali Mester-lah, yang membuat street art dan seni tari bisa bicara dengan jangkauan lebih luas dan lebih lugas.

Pada 2018 ini, kembali komunitas seni JAM bertanya-tanya, masihkah ada sebagian dari warga Jakarta peduli pada kampung-kampungnya sendiri? Tempat tetirah badan dan jiwa tatkala usai bekerja penuh sepanjang hari untuk meraih impian-impian?

Masihkah proyek seni kampoong art attack kembali digaungkan dan dilanjutkan, sementara sebagian besar hari ini kita menghabiskan waktu dengan persoalan politik, perebutan kuasa atas jabatan, yang tak lebih hanya terjadi lima tahun sekali saja.

Kemudian, membuang-buang energi di media sosial, membincangkannya seolah hal terpenting dalam hidup kita. Jakarta dan kampung-kampung-nya kemudian, makin terdesak dan tertinggal, telantar, menjadi kumuh, miskin dan tidak berdaya, menghilang dari ingatan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com