Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tolong, Pak, Saya Tidak Punya Apa-apa Lagi..."

Kompas.com - 09/02/2018, 12:14 WIB
Markus Makur,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com - "Pak, saya tidak punya apa-apa. Saya tidak sanggup lagi merawat dan memandikan anak saya yang dipasung di belakang dapur."

Begitulah letupan dan rintihan hati nurani dari Silvanus Sair (75), ayah dari orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), Wensesius Badik (41), yang dipasung di belakang dapur sejak 2012.

Mereka tinggal di Kampung Puncak Weong, Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Badik mengalami gangguan jiwa sejak 2002. Kejadian yang paling gawat yaitu pada Minggu (17/10/2012), saat dia mengamuk, mengganggu, dan melempar rumah orang di kampung itu.

Akhirnya keluarga dan warga setempat memutuskan untuk memasungnya di belakang dapur. Sudah enam tahun Badik dipasung, sedangkan gangguan jiwa yang dialaminya sudah 16 tahun.

Dua kakinya dipasung dengan balok berukuran 13 sentimeter dan dipasang baut besar. Kondisinya sangat sengsara, memprihatinkan, dan menyedihkan. Apalagi dipasung dengan beralaskan pelupuh, terbuka, serta beratapkan seng seadanya.

Bahkan, pakaiannya tidak pernah diganti. Saat itu dia memakai kaus berkerah, celana oblong, dan kain sarong titoron untuk menutupi badannya saat tidur.

Selain itu, sudah setahun dia tidak mandi lagi. Sebab, saat dimandikan, Badik selalu mengamuk. Bahkan, sering bicara tak jelas. Selain itu, buang air besar juga di tempat itu.

“Saya sudah tidak sanggup lagi menahan penderitaan yang dialami anak sulung saya. Saya berharap ada pihak-pihak yang memiliki hati nurani serta peduli untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Saya juga berharap ada perhatian dari pemerintah setempat untuk meringankan penderitaannya,” tutur Sair kepada Kompas.com di rumahnya, Rabu (31/1/2018).

Baca juga: Alami Gangguan Jiwa dan Dipasung 14 Tahun, Eduardus Akhirnya Sembuh

Sair menjelaskan, hidup keluarganya sangat sengsara dan susah sehingga tidak sanggup untuk merawat Badik. Dia dan istrinya sudah berusaha dan berjuang keras untuk merawat Badik, hingga istrinya pun jatuh sakit.

Mereka tinggal bertiga saja. Dua anak perempuannya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Mereka pun sudah berusia lanjut.

"Jujur, kami tidak berdaya lagi. Tolong, Pak. Kami tidak punya apa-apa," berkali-kali kalimat ini disampaikannya.

Sair menuturkan, dia dan istrinya di rumah ikut mengalami penderitaan ketika melihat dan melayani Badik ketika dia minta makan, minum, dan rokok. Mereka merasa sudah tua sehingga tidak mampu menolongnya lagi.

“Anak kami hanya memberikan kode apabila dia minta mandi beberapa tahun sebelumnya. Kini sudah setahun dia tidak mandi. Memang, untuk makan dan minum selalu kami layani. Sekali-kali dia minta rokok. Dia hanya tamatan sekolah dasar,” ucapnya.

Sair menjelaskan, pendoa pernah datang ke rumahnya untuk memberikan pertolongan, tetapi tidak ada hasilnya. Bahkan, keluarga sudah berobat ke orang pintar atau dukun di sekitar kampung maupun di luar kampung. Namun, anaknya tak kunjung sembuh. Petugas kesehatan pun pernah datang, tetapi mereka takut untuk berobat.

Baca juga: Cerita Pulihnya Echa yang Alami Gangguan Jiwa karena Ibu Meninggal

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com