LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Di setiap tanggal 20, bulan 10, penanggalan Suku Sasak, ribuan masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, merayakan tradisi Bau Nyale.
Bau Nyale merupakan tradisi turun temurun. Dalam tradisi ini, ribuan orang menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok.
Cacing-cacing laut ini dikenal dengan sebutan nyale, yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Mandalika dikenal sebagai putri cantik yang memilih menceburkan diri ke laut lepas, menghindari peperangan antar pangeran yang memperebutkan dirinya.
Legenda Putri Mandalika ini dikenal hampir di seluruh penjuru Pulau Lombok. Meskipun belum ada lontar Lombok yang ditemukan mengenai Mandalika yang melegenda tersebut.
(Baca juga : Mengenal ?Kotekan?, Tradisi Selamatkan Bulan Saat Terjadi Gerhana)
Tradisi Bau Nyale tahun ini jatuh pada Februari 2018. Itulah mengapa, dari awal Februari, di sepanjang pantai bagian selatan, tengah, hingga timur, memperlihatkan keramaian. Mulai dari Kute, Pantai Seger, Pantai Kaliantan, hingga Pantai Tabuan dipadati ribuan warga.
Seperti di Pantai Seger,Desa Kuta Lombok Tengah, Selasa (6/2/2018) dini hari, ribuan warga sudah berkumpul. Mereka pun bersiap merayakan tradisi Bau Nyale atau menangkap cacing laut.
Seolah ingin membuktikan janji Putri Mandalika, ribuan orang yang telah berkumpul, menyebar. Ada yang memilih tepi bebatuan pantai, menunggu nyale mengeliat mendekati kaki mereka. Ada juga yang menerjang ombak dan meraup ribuan cacing jelmaan sang putri cantik.
“Ini tradisi turun temurun, setahun sekali kami temukan. Setahun sekali kami bertemu Putri Mandalika,” kata Jumahir, warga Praya sambil memperbesar nyala lampu senter di kepalanya untuk menangkap sang putri nan menggoda kesabaran.
(Baca juga : Fenomena Gerhana Bulan Total Menurut Tradisi Jawa )
Jumahir mengingatkan, saat memburu nyale harus sabar dan tak mudah putus asa agar tangkapan banyak.
Mereka memiliki hasrat yang sama, menemukan jelmaan Putri Mandalika itu. Kegiatan ini pun membuat warga larut dalam kegembiraan.
Nyale warna warni ini juga dikenal mengandung protein yang tinggi sehingga sangat nikmat dan layak dikosumsi, apalagi hanya bisa dinikmati setahun sekali. Nyale juga dipercaya menyuburkan tanaman terutama padi.
“Saya dapat nyale banyak, ini akan saya kosumsi bersama keluarga, setahun sekali, makan nyale saya akan pepes ini,” tutur Solihin sambil menunjukkan hasil tangkapannya yang mencapai satu ember.
Mereka yang masih bertahan di pantai, memilih memepes nyale dengan daun kelapa. Aroma nyale pun tersebar mengikuti arah angin, dan sebagian warga menikmati pepes nyale bersama orang-orang tercinta mereka.