Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Waria Pekerja Salon terhadap Razia yang Dilakukan Kapolres Aceh Utara

Kompas.com - 05/02/2018, 19:04 WIB
Raja Umar

Penulis


BANDA ACEH, KOMPAS.com - Seorang pemilik usaha salon yang selama ini mempekerjakan waria di Kota Banda Aceh ikut mendukung aksi Kapolres Aceh Utara AKBP Untung yang merazia 12 waria serta membina dan mencukur rambut waria tersebut beberapa waktu lalu.

Aksi itu menjadi sorotan aktivis HAM dan LGBT, baik dari dalam maupun luar negeri, karena dinilai melanggar prosedur.

“Saya sangat mendukung dengan adanya penertiban terhadap waria di Aceh Utara itu. Segala bentuk maksiat memang harus dihentikan,“ kata Rahmat (36), pemilik salon di Banda Aceh, Senin (5/2/2018).

Menurut Rahmat, para waria pemilik atau pekerja salon di Banda Aceh mulai merasa cemas setelah adanya penertiban terhadap 12 waria di Aceh Utara, apalagi gelombang aksi ormas anti-LGBT di Aceh semakin meluas belakangan ini.

Meskipun demikian, sebagian waria tetap memilih untuk menjalankan aktivitas di salon seperti biasanya lantaran tak punya keterampilan dan usaha lain untuk bertahan hidup.

“Kalau salon tempat usaha dan berkarya pasti tidak ada larangan, asal jangan berbuat maksiat. Kalau ada salon tempat maksiat, saya sepakat untuk ditertibkan. Tidak boleh laki-laki berpakaian wanita, itu jelas salah dan itu budaya kafir,” ujar Rahmat.

Agar tak menjadi sasaran razia Polisi Syariat Islam, Rahmat pun kini membatasi jadwal buka salon hanya sampai pukul 24.00 WIB. Adapun para waria pekerja salon miliknya dilarang untuk beraktivitas di luar pada malam hari.

“Si Cepi, pekerja saya, sudah saya larang untuk ikut-ikut kegiatan di luar, apalagi malam hari tidak keluar lagi dia, dan sekarang di atas pukul 24.00 pelanggan tidak kami layani lagi,” jelas Rahmat.

Baca juga: Cukur Rambut Waria Saat Razia, Kapolres Aceh Utara Diinvestigasi Polda Aceh

Sementara itu, Cepi, nama panggilan di komunitas waria asal Medan, Sumatera Utara, itu, mengaku sudah 13 tahun bekerja salon di Banda Aceh. Ia pun mengaku pernah ditangkap satu kali oleh Polisi Syariat Islam saat baru berada di Kota Banda Aceh.

“Saya dulu setelah tsunami baru-baru di Banda Aceh pernah diamankan Polisi Syariat, tapi setelah diberikan pembinaan langsung dilepas. Kemudian, sampai sekarang tidak pernah terjaring razia karena sudah saya batasi kegiatan dan keluar malam,” ucap Cepi.

Karena tak memiliki keterampilan dan usaha lain untuk mendapatkan penghasilan hidup, Cepi mengaku juga siap dibina dan mengikuti peraturan sesuai dengan qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh, asalkan ia tetap dapat berkarya di salon yang ada di Kota Banda Aceh.

“Saya sudah nyaman bekerja di Aceh, saat ini rasa khawatir sih ada, tapi saya bawa santai saja. Saya ikuti aja sesuai aturan dan sekarang saya tidak ikut lagi kegiatan organisasi waria. Undangan ada, tapi saya tidak ikut lagi karena takut. Kalau dulu sering ikut kegiatan, tapi sekarang tidak lagi,” ujar Cepi.

Kompas TV Satu orang yang terjaring dalam razia LGBT, Sabtu (3/2) lalu ini langsung digelandang ke kantor Wilyatul Hisbah Kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com