Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikan, Madu, dan Para Perempuan yang Berinovasi di Tepi Sungai Kapuas

Kompas.com - 30/01/2018, 15:18 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

KAPUAS HULU, KOMPAS.com – Hujan deras baru saja berhenti menyisakan gerimis yang masih membasahi setiap hasta titian kayu yang terletak di Desa Ujung Said, sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Kapuas.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB, Rabu (23/1/2018) itu. Sumaryani dan empat rekannya bergegas turun ke lanting (rakit apung) di tepian sungai membawa pisau dan telanan, serta satu karung plastik berisi puluhan ikan toman yang masih hidup.

Di antara rinai gerimis, perempuan paruh baya itu bersama rekannya gapah menyiangi ikan toman, memisahkan daging dari kulit dan tulangnya satu per satu.

Mereka berbagi tugas, ada yang memisahkan kepala dengan badan ikan dan isi perutnya, ada yang memisahkan daging dengan kulit dan tulang. Ukuran ikan yang disiangi itu beratnya tak lebih dari setengah kilogram setiap ekor.

Maklum, saat ini musim penghujan, ikan di sungai maupun danau sulit ditangkap, sedangkan ikan di keramba belum cukup usia.

Setelah terpisah, daging ikan tersebut kemudian dicuci bersih dan dibawa ke rumah produksi yang tak jauh dari tepian Kapuas untuk digiling halus, untuk selanjutnya diolah menjadi kerupuk.

(Baca juga: Panen Madu Hutan di Kapuas Hulu, Kearifan Lokal Menyesuaikan Zaman)

Sumaryani dan rekannya merupakan potret kecil gambaran keseharian kaum perempuan, khususnya para ibu rumah tangga di Desa Ujung Said dan Desa Penepian Raya, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu.

Sumaryani (kanan) bersama rekannya sedang mengolah ikan disalah satu rumah warga Desa Ujung Said, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu (24/1/2018)KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN Sumaryani (kanan) bersama rekannya sedang mengolah ikan disalah satu rumah warga Desa Ujung Said, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu (24/1/2018)
Kedua desa ini berdempetan memanjang di DAS Kapuas dengan panjang dari ujung ke ujung sekitar 1,5 kilometer. Dulunya kedua desa ini merupakan satu kesatuan, yaitu Desa Ujung Said sebelum dimekarkan menjadi dua desa seperti sekarang.

Desa ini hanya bisa ditempuh menggunakan moda transportasi air. Dari Putussibau, ibu kota kabupaten, membutuhkan waktu sekitar tiga jam perjalanan menggunakan speedboat dengan mesin penggerak 40 PK. Pasokan listrik dari PLN hanya menjamah masyarakat mulai jam 5 sore hingga jam 6 keesokan paginya.

Keberadaan ikan di sungai-sungai kecil dan danau yang dimiliki kedua desa ini di sepanjang DAS Kapuas bergantung pada musim.

Pada musim hujan, ikan cenderung sulit diperoleh karena hamparan sungai-sungai kecil menyatu menggenang membentuk danau. Kedua desa ini memiliki 76 anak sungai yang dikelola masyarakat untuk menangkap ikan setiap tahunnya.

Sementara itu, musim kering merupakan masa panen. Ikan akan berkumpul di danau-danau yang cukup dalam dan masih menyimpan genangan air.

“Ikan di sini tergantung musim. Kalau pada saat panen berlimpah ikan segar bisa langsung dijual atau diolah menjadi ikan asin atau kerupuk,” ujar Sumaryani yang juga merupakan ketua kelompok perempuan di kedua desa tersebut.

Kelompok perempuan yang dipimpin Sumaryani ini baru terbentuk sekitar setahun, yang diinisiasi dalam program Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakt (PSDA-BM).

Program ini dilaksanakan menggunakan dana hibah dari Amerika oleh Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia melalui Konsorsium Dian Tama yang beranggotakan enam lembaga, yaitu Yayasan Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak Bumi, Asosiasi Periau Danau Sentarum, Kompakh dan LPS AIR.

Lead Konsorsium Dian Tama, Herculana Ersinta, mengungkapkan, program yang dijalankan tersebut fokus pada tiga hal utama, yaitu madu hutan, ikan dan ekowisata.

Ketiga elemen itu mengharuskan keterlibatan kaum perempuan dengan memberi porsi yang sama dengan laki-laki.

Salah satu aktivitas masyarakat nelayan di Desa Ujung Said, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu (24/1/2018)KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN Salah satu aktivitas masyarakat nelayan di Desa Ujung Said, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu (24/1/2018)
Dalam keseharian, pembagian peran sebenarnya sudah cukup terwakili dalam setiap rumah tangga, seperti misalnya masyarakat nelayan. Kaum lelaki bertugas mencari ikan, sedangkan kaum perempuan bertugas mengolah ikan hasil tangkapan tersebut.

Begitu juga dengan madu hutan, kaum lelaki yang tergabung dalam periau (kelompok petani madu hutan) memanen sarang lebah hutan (apis dorsata) dan kaum perempuan juga terlibat dalam proses memisahkan madu dengan sarang lebah.

Namun, selama ini kelompok perempuan di kedua desa tersebut belum tersentuh pendampingan. Padahal, kawasan di kedua desa ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan.

“Sebagian besar pengolahan produk turunan seperti ikan asin dan kerupuk dikerjakan oleh kaum perempuan yang turut menopang perekonomian keluarga mereka,” ungkap Herculana.

Para ibu yang tergabung dalam kelompok ini diberi pelatihan membuat produk turunan, membuat nugget, sosis dan abon, selain ikan asin dan kerupuk yang sejak puluhan tahun mereka geluti.

Dengan adanya keterampilan baru tersebut, para perempuan ini diharapkan bisa lebih inovatif dalam memasarkan produk olahan ikan yang mereka produksi.

Proses panen madu hutan di Desa Semangit, Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (27/10/2017). Proses panen madu hutan ini menggunakan teknik panen lestari sehingga panen bisa dilakukan lebih dari satu kali dalam setahun. KOMPAS.com / YOHANES KURNIA IRAWAN Proses panen madu hutan di Desa Semangit, Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (27/10/2017). Proses panen madu hutan ini menggunakan teknik panen lestari sehingga panen bisa dilakukan lebih dari satu kali dalam setahun.
Senada dengan Herculana, Staf Pemberdayaan Perempuan Konsorsium Dian Tama, Anatalia Sri Lestari menjelaskan, proses pendampingan terhadap kaum perempuan ini menargetkan lima kelompok dengan jumlah anggota mencapai 150 orang.

“Proses pendampingan dilakukan dengan pelatihan pengolahan ikan, namun seiring berjalannya waktu, kami berpikir, sayang sekali kalau kaum perempuan yang sudah terbentuk dalam kelompok hanya ditingkatkan kapasitasnya melalui produk saja. Kami juga mengajak mereka untuk berpikir kritis, berinovasi dan menyuarakan pendapatnya di forum masyarakat,” ungkap Sri.

Oleh karena itu, kelompok perempuan ini menambah daftar organisasi kelembagaan di tengah masyarakat yang sudah terbentuk sebelumnya di desa, seperti kelompok nelayan, kelompok pengawas masyarakat (pokmaswas) dan kelompok petani madu hutan yang tergabung dalam wadah Asosiasi Periau Mitra Penepian (APMP).

Selain memberikan pendampingan untuk peningkatan kapasitas masyarakat, program ini juga membangun infrastruktur berupa rumah produksi yang digunakan untuk mengolah produk madu hutan maupun ikan.

Rumah produksi ini dilengkapi dengan mesin pengolahan dengan sumber energi terbarukan yang berasal dari panel surya dengan menggunakan tenaga matahari dan ramah lingkungan.

Ditemui terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Muhammad Sukri, menyambut baik adanya program dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyentuh langsung ke tingkat masyarakat, terutama yang mengarah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat.

“Kami harapkan, ke depan program dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di Kapuas Hulu ini bisa selaras dengan program pemerintah sehingga dalam progress-nya bisa berbagi peran dan saling bersinergi karena pemerintah daerah juga punya keterbatasan,” ujar Sukri.

Keberadaan kelompok perempuan serta keterlibatan perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga diharapkan tidak hanya berhenti sebatas pendampingan saja, tapi bisa terus berlanjut terutama dalam berinovasi.

Sebab, menurut Sukri, inovasi dalam membuat dan memasarkan produk unggulan Kapuas Hulu, baik itu madu hutan, produk olahan ikan maupun pariwisata masih terus diperlukan oleh pemerintah daerah.

“Paling tidak (kaum perempuan) bisa memberdayakan diri sendiri dan terus berinovasi dan tidak berhenti sampai di sini saja,” ucapnya.

Kompas TV Indahnya Berpuasa Dalam Perbedaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com