Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakek Mustakim, Penjual Buku Bekas yang Bertahan di Era Digital

Kompas.com - 23/01/2018, 11:59 WIB
Kontributor Jember, Ahmad Winarno,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JEMBER, KOMPAS.com - Usianya sudah tidak muda lagi, namun daya ingatnya masih kuat. Jari jemarinya pun masih cukup cekatan menata ribuan buku bekas, yang terpajang rapi di rak buku di ruang tamunya.

Dialah Mustakim (76), warga Jalan Kenangan II, Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrangan, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Selasa (23/1/2018) pagi, Kompas.com mendatangi rumah Mustakim yang berada di gang sempit di dekat Pasar Gebang. Pagi itu, dia sudah memulai aktivitasnya menjual buku bekas. Ada banyak koleksi buku bekas di rumahnya, mulai dari buku diktat untuk kuliah, buku paket untuk siswa, novel, majalah, hingga sejumlah buku berbahasa asing.

Rumah Mustakim sengaja disulap menjadi lapak buku, karena dia sendiri tidak memiliki modal untuk membuka toko buku.

“Saya mulai usaha jualan buku ini sejak remaja, waktu itu saya juga jadi loper koran. Sambil lalu juga jualan buku, hitung-hitung untuk tambahan saya,” kenangnya.

Mustakim mengaku, tidak sempat menamatkan pendidikannya di jenjang bangku sekolah dasar, karena kondisi ekonomi orangtuanya yang serba terbatas.

“Saya ini tidak bisa nulis, bahkan awalnya saya juga tidak bisa membaca, saya ini orang bodoh,” tutur kakek kelahiran tahun 1942 ini.

Baca juga : Bantu Ayah Memulung, Bocah Sabna Kumpulkan Buku Bekas untuk Sekolah

Lambat laun, usaha jualan buku bekasnya semakin berkembang. Bahkan, pada tahun 1984 silam, dia didatangi oleh seseorang yang memiliki ratusan buku, dan dijual kepadanya.

“Saya waktu itu tidak ada modal, tapi alhamdulillah waktu itu orang yang menjual buku tidak langsung minta dilunasi, dan boleh dicicil semampu saya. Alhamdulillah, nggak sampai sebulan, saya bisa menulunasi semua buku itu,” ungkapnya.

Profesi sebagai penjual buku bekas memaksa Mustakim untuk belajar membaca.

“Saya sama sekali tidak bisa membaca, tetapi saya kemudian punya semangat untuk belajar membaca. Ya, lambat laun akhirnya saya bisa membaca. Karena saya malu, saya sudah dewasa waktu itu, tapi kalah dengan anak- anak kecil, itu yang membuat saya bersemangat,” kenangnya.

Pada tahun 1994, usaha Mustakim sempat mundur lantaran pergantian kurikulum. Buku- buku yang dibelinya di Surabaya tidak laku.

“Waktu itu saya benar-benar hancur, semua buku yang saya punya, saya jual kiloan. Bahkan, untuk menutupi biaya kehidupan sehari-harinya, seluruh perabotan rumah tangga, seperti kursi, lemari, bahkan tempat tidur, saya jual semuanya. Saya bersama istri dan anak sampai tidur di lantai, waktu itu,” katanya dengan mata berkaca- kaca.

Setelah sempat vakum, akhirnya sekitar tahun 2000 lalu, Mustakim mulai bangkit dan memulai usaha jual beli buku bekasnya. Saat itu, dia bermodalkan uang tabungan yang diperolehnya dari kiriman anak-anaknya.

“Waktu itu, istri sempat marah, karena trauma bangkrut lagi. Tapi saya juga tidak enak, karena harus terus mengandalkan uang kiriman dari anak. Akhirnya, meski ditentang istri, saya kembali memulai usaha ini lagi. Saya sadar, buku ini penting bagi generasi penerus, cukuplah saya yang bodoh, jangan anak-anak bangsa ini,” katanya.

Baca juga : Pelajar SMA di Kupang Berebut Buku dan Kaus dari Jokowi

Mustakim pun kembali memulai usahanya itu di rumahnya. Dia memanfaatkan ruang tamu ukuran 3 X 5 meter, untuk memajang buku bekasnya.

“Saya tidak punya modal untuk sewa toko, makanya saya buka di sini saja, dan alhamdulillah dari usaha ini saya bisa bangkit kembali,” tambahnya.

Dia meyakini, meskipun saat ini sudah banyak buku elektronik yang didapat secara gratis dari internet, namun buku cetak tetap akan dibutuhkan. Mustakim berpesan kepada generasi muda agar tidak bosan-bosan membaca buku. Karena buku merupakan sumber ilmu, dan dengan buku otak kita akan terus terasah dan terisi ilmu pengetahun.

“Ya, kalau belum ada pembeli, saya sambil lalu membaca buku-buku ini, karena bagi saya buku itu gizi, gizinya otak,” pungkasnya.

Kompas TV Setelah satu tahun bersekolah dan tidak diakui karena tidak memiliki akta kelahiran, seorang siswa SDN 68 Lamgugob Banda Aceh akhirnya memiliki akta kelahiran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com