Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Kematian Gajah Rambo, Pencinta Satwa Ungkapkan Kesedihan

Kompas.com - 22/01/2018, 22:52 WIB
Fitri Rachmawati

Penulis


LOMBOK UTARA, KOMPAS.com - Tak ada yang tahu kematian Rambo, seekor gajah yang usianya lebih dari 50 tahun, di Taman Satwa Lombok Elephant Park (LEP) di Kabupaten Lombok Utara, pada 15 Januari lalu.

Seorang pencinta satwa, Erchi Kandaulah, adalah orang yang membuka tabir kematian Rambo. Erchi menulis di sebuah grup pencinta satwa bahwa manajemen atau pengelola LEP sempat meminta bantuan ke Taman Safari Indonesia (TSI). Namun, pihak TSI menjawab baru bisa memeriksa Rambo yang tengah sakit pada Februari nanti, padahal gajah itu sudah dalam kondisi sakit dan kritis.

Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) pun tidak menanggapi permintaan agar melihat kondisi Rambo yang makin lemah. Mereka hanya menanggapi melalui telepon dan video call.

“Sedih jadinya. Kenapa mereka tidak ada yang mau meluangkan waktu sebentar saja datang untuk membantu Rambo? Semestinya pengelola LEP mencari dan sharing dengan dokter hewan, tidak mengacu sepenuhnya ke TSI ataupun ke PKBSI. Mereka harus cari tahu kenapa gajahnya ndak mau makan,” ungkap Ercie kepada Kompas.com, Senin (22/1/2018).

“Saya masih sedih atas kematian Rambo, tapi saya bersedia tulisan saya disebarkan agar tak ada Rambo-Rambo lainnya,” ujarnya.

Ercie menilai minimnya upaya semua pihak menjaga gajah Rambo agar bisa selamat. Menurut Ercie, mereka terlalu cepat menyerah, mestinya harus diperjuangkan agar bisa hidup dengan baik dan sehat.

Baca juga: Sebelum Mati, Kondisi Gajah Rambo Sangat Lemah

Dia juga mengatakan, BKSDA setempat mestinya bisa lebih aktif mencari tahu, apalagi ketika ada kasus seperti ini, mestinya mereka langsung bisa mengambil tindakan.

Hal yang dirasakan Erchi juga dirasakan Maidianto atau Antok, warga Lombok Utara yang pernah berkunjung ke Taman Satwa LEP pada 2017. Menurut Antok, saat itu dia melihat empat ekor gajah, tiga ekor di alam terbuka, sedangkan satu ekor masih di kandang dan diikat.

“Mungkin karena masih liar, jadi diikat dan dikandangkan. Kasihan, tapi gajah-gajah itu kalau menurut saya sebaiknya di hutan,” kata Antok.

Antok juga mengaku melihat di satu kandang ditempatkan dua ekor gajah. Besar kandangnya 8 meter x 5 meter dan di depan kandang itu terdapat kolam seluas 150 meter persegi.

“Kotor air kolamnya, warnanya hijau dan berlumut. Air itu dipakai minum, mandi, dan kebutuhan gajah lainnya,” tuturnya.

Sementara itu, Bayu Azmi, warga Sesela, Lombok Barat, juga pernah berkunjung ke Taman Satwa untuk melihat gajah karena penasaran ingin tahu ukuran binatang yang dilindungi itu.

“Saya hanya lihat, tapi tidak berani naik ke punggung gajahnya,” ucap Bayu.

Dia juga tak tahu pasti jumlah gajah di Taman Satwa LEP itu karena kabarnya akan didatangkan lagi gajah-gajah lainnya tahun ini.

Mendengar seekor gajah mati bernama Rambo, Bayu terdiam. Meski dia tak berani menaiki gajah itu, kepergian Rambo membuatnya sedih dan kasihan pada satwa berbelalai panjang itu.

Menjaga populasi gajah

Adapun Ridho Hakim, Direktur World Wildlife Fun (WWF) NTB, menilai kematian Rambo harus menjadi perhatian agar tak terulang kembali, apalagi informasi terkait kematian Rambo tidak diketahui publik.

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan No 2 Tahun 2006 Pasal 3 dan 7 yang berisi bahwa siapa pun bisa memelihara satwa liar yang dilindungi baik pemerintah ataupun swasta, termasuk LEP yang memelihara Rambo dan tiga gajah lainnya, yaitu Bayu, Melati dan Cindy.

“Hanya saja, yang perlu dilacak adalah izin keberadaan gajah itu, seperti Rambo, adalah gajah dari Waingapu-Lampung, dan izinnya diperuntukkan Kebun Binatang Surabaya, tapi kenapa bisa berada di KLU?” ujar Ridho.

Baca juga: 12 Gajah di Aceh Mati Sepanjang 2017

Terkait kematian Rambo, WWF tetap melihat bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah berusaha untuk menyembuhkan Rambo, bahkan sampai mengirim tim dokter hewan.

“Saya menginginkan agar pengelola Taman Satwa LEP tidak hanya mengeksploitasi gajah, terkesan hanya untuk kepentingan bisnis semata, tetapi mereka juga harus memikirkan aspek konservasinya,” terang Ridho.

Pemerintah diharapkan harus melakukan investigasi menyeluruh dan mendetail atas kematian Rambo. Jika pengelola LEP dianggap tidak mumpuni memelihara gajah, WWF mendesak pemerintah agar segera mengambil sikap untuk mencabut izin pengelola dan mengembalikan gajah-gajah itu ke lembaga yang berwenang, sebelum dilepaskan ke habitatnya di hutan belantara.

Juru Bicara BKSDA NTB, Ivan Juhandara, mengatakan, sejauh ini pihaknya masih menunggu hasil nekropsi dari dokter hewan untuk memastikan penyebab kematian dari Rambo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com