Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukma dan Putrinya, Bertahan Hidup dengan Biji Kakao Sisa Tikus

Kompas.com - 17/01/2018, 08:20 WIB
Junaedi

Penulis

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Seorang janda miskin, Sukma Damayanti, dan putrinya, Julianti, terus berjuang dalam kemiskinan. Mereka tinggal di sebuah gubuk berdinding pelepah nipah dan serpihan kayu di hutan Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Demi menyambung hidup, ia memungut sisa biji kakao warga yang terbuang dan mengumpulkan biji kakao sisa makanan tikus di kebun milik warga. Biji kakao tersebut dijual Rp 10.000 per kg untuk kemudian ditukar dengan beras. 

Namun, mengumpulkan kakao 1 kg bukan hal mudah. Sukma dan Julianti harus menyisir ke kebun milik warga sejak pagi hingga sore. 

Saat Julianti sekolah, praktis hanya Sukma yang mencari biji kakao sisa tikus di kebun warga. Biji kakao yang bercampur sampah dedaunan dan tanah dibersihkan dan dipisah-pisahkan terlebih dahulu kemudian dijemur atau dikeringkan.

(Baca juga: Kisah Sumiyati, TKI dari Grobogan yang Tewas Dianiaya Majikannya di Arab Saudi)

Umumnya butuh waktu dua atau tiga hari untuk mengeringkan biji kakao ini sebelum bisa dijual ke pedagang seharga Rp 10.000 per kilogram.

Saat hasil pungutannya tak cukup untuk membeli 1 kilogram beras, Sukma kerap membeli makanan apa saja seharga hasil yang ia dapatkan hari itu. Jika tak ada makanan, ia kerap memungut biji sukun yang jatuh di kebun warga untuk direbus sebagai pengganjal perut.

“Saya tak punya kebun. Selama ini saya hanya memungut biji kakao sisa tikus yang terjatuh di kebun warga. Biasanya kalau laku Rp 10.000 baru beli beras. Kadang juga makan biji sukun kalau beras tak ada,” katanya kepada Kompas.com belum lama ini. 

Hidup di hutan, Sukma dan putrinya Julianti terpaksa memungut biji kakao sisa tikus yang terbuang di kebun milik warga untuk dijual atau ditukar beras agar bisa menyambung hidup.KOMPAS.com/Junaedi Hidup di hutan, Sukma dan putrinya Julianti terpaksa memungut biji kakao sisa tikus yang terbuang di kebun milik warga untuk dijual atau ditukar beras agar bisa menyambung hidup.
Sukma mengaku kerap sakit-sakitan, terutama saat diguyur hujan dan menahan lapar saat menyisir kebun mencari biji cokelat. Namun, ia harus kuat agar bisa membeli beras untuknya dan sang buah hati.

Di tengah kemiskinan yang mendera, Sukma dan Julianti memiliki mimpi. Mereka bertekad mewujudkan mimpinya, yakni kelak kehidupannya bisa berubah lebih baik dibandingkan dengan sekarang.

Haisa, tetangga Sukma, mengaku prihatin sekaligus bangga dengan semangat ibu dan anak tersebut. Mereka, sambung dia, kerap berjalan hingga puluhan kilometer untuk mengumpulkan 1 kilogram biji kakao. 

Di hutan, Sukma kerap memungut biji sukun yang jatuh. Sesampainya di rumah, Sukma merebus biji sukun dan memakannya untuk mengusir rasa lapar di malam hari sambil menunggu pagi tiba. 

Sukma juga kerap mengumpulkan buah kapuk atau bahan baku pembuatan bantal dan kasur untuk dijual ke pedagang. Namun, usaha ini hanya dilakoni Sukma dan anaknya pada musim buah kapuk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com