Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Banyak Mahasiswa Ingin Bantu Citarum, tapi Wadahnya Ga Ada"

Kompas.com - 05/01/2018, 18:39 WIB
Agie Permadi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Kondisi Sungai Citarum hingga kini masih mengkhawatirkan. Padahal, 10 besar sungai terkotor di dunia ini memasok 80 persen air minum penduduk DKI Jakarta. 

"Harga air minum semakin naik. Ini ada kemungkinan naik lagi mengingat sumber air sudah semakin sulit diambil," ujar pakar komunikasi lingkungan Universitas Padjadjaran (Unpad), Herlina Agustin, kepada Kompas.com, Kamis (4/1/2018). 

Kondisi sulitnya mendapatkan sumber air bersih akan dimanfaatkan perusahaan untuk menaikkan harga air minum kemasan. Jika sumber air seperti Citarum tidak segera dibenahi, harga air minum di Indonesia bisa sangat mahal. 

Untuk itu, tidak ada pilihan selain bersama-sama menjaga sumber air yang ada, antara lain Citarum. 

(Baca juga : Sungai Terkotor di Dunia Pasok 80 Persen Air untuk Jakarta)

Menurutnya, sungai sepanjang 296 kilometer ini masih dapat dibersihkan dan dimanfaatkan kembali. Caranya, dengan memberikan wadah pergerakan sosial yang masif dilakukan masyarakat. 

"Banyak mahasiswa yang pengin membantu, tapi how? Karena wadahnya gak ada. Kalau ada gerakan sosial yang mau menampung itu, akan ada banyak orang yang mau bantu lestarikan Citarum," tuturnya.

Hulu sungai Citarum di obyek wisata Situ Cisanti di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/12/2017).KOMPAS.COM/Anggita Muslimah Hulu sungai Citarum di obyek wisata Situ Cisanti di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/12/2017).
Herlina menjelaskan, kampanye menjadi salah satu cara untuk menciptakan gerakan sosial pembenahan Sungai Citarum. Namun, kampanye harus dipegang langsung oleh mereka yang mempunyai wewenang mengurus Citarum. 

"Sekarang sudah satu pintu, dulu kita gak tahu, nah sekarang dipegang pemprov. Kodam untuk ekosistem dan polda untuk hukumnya. Sekarang silakan pangdam bekerja keras untuk melakukan ini dengan pendekatan tadi dari media massa, media sosial, dan di luar itu misal sekolah, komunitas lingkungan, pengusaha dan lainnya," ujarnya.

(Baca juga: Karawang Kerepotan Tangani Pencemaran Sungai Citarum )

Penyampaian kampanye harus disesuaikan dengan target yang disampaikan. Seperti halnya anak muda saat ini yang tertarik untuk eksis, sampaikan sesuai karakter mereka. 

"Mereka (anak muda) ini tidak akan tertarik kalau dibilang Citarum kotor. Tapi kalau dibilang Anda mau gak selfi di Citarum kalau Citarum bersih, instagramable-loh, anak muda itu kan maunya eksis di media sosial," tuturnya.

"Yang namanya kampanye kita harus tahu targetnya. Sampaikan itu sesuai dengan karakter yang kita tuju. Figur itu penting, Youtuber, atlet, harus ngomongin soal Citarum," tambahnya.

Namun, Herlina mengingatkan, jangan sampai kampanye soal Citarum disusupi kepentingan politik dan komersial. Kampanye ini harus bersifat netral.

"Yang enggak boleh justru kepala atau pejabat publik yang punya niat politis, begitu mereka muncul marwah dari kampanyenya hilang," ujarnya.

(Baca juga: Kata Pangdam Siliwangi soal Penataan Citarum: Cuma Satu yang Kurang, Komando )

Tak hanya itu, masyarakat di bantaran Sungai Citarum pun memiliki peran penting untuk menjaga sungai tersebut. Pasalnya, mereka yang bersentuhan langsung merasakan manfaatnya.

Karena itu, penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bantaran sungai. Caranya dengan memanfaatkan ekonomi dari Sungai Citarum.

Contohnya, mendirikan taman bunga untuk selfie atau eco bird watching. Hal ini akan menarik orang untuk datang melihat berbagai macam burung. 

"Mereka juga tidak akan merusak karena mereka bayar ke desa untuk bird watching itu. dan mereka pasti bilang ini sumber pendapatan kita nih. Jadi larinya itu eko wisata," paparnya.

Kompas TV Presiden Joko Widodo memantau proyek kolam retensi di daerah Bandung Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com