"Memaksakan" cawagub Ridwan Kamil dari PDI-P, sedangkan masuknya baru di ujung, apalagi jika koalisi parpol pendukung Ridwan Kamil sebelumnya sudah menetapkan cawagub, bakal membuat situasi kurang kondusif di antara parpol pengusung.
Sedangkan jika mendukung tanpa syarat, pertanyaan besar bakal muncul di internal PDI-P. Ada ego sebagai partai pendulang suara terbanyak yang menyeruak.
Sudah tidak mengajukan calon sendiri, malah mendukung calon dari luar tanpa mendapatkan konsesi apapun. Tentunya ada exit strategy yang sudah diperhitungkan dengan matang oleh PDI-P jika memilih opsi ini.
Pilihan paling rasional bagi PDI-P saat ini adalah mengusung calon sendiri. Beberapa calon potensial sudah dalam radar PDI-P saat ini.
Dari internal, muncul tiga nama kuat. Ada Tubagus Hasanuddin, pensiunan bintang dua, putra Majalengka yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI.
Sedangkan dari eksternal, kandidat kuat adalah Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, dan mantan Kapolda Jabar, Irjen Anton Charliyan, kelahiran Tasikmalaya.
Komposisi terbaik bagi calon sendiri dari PDI-P adalah tokoh internal dan eksternal. Mengakomodasi kepentingan internal partai, namun juga memperluas segmen pemilih dengan menggandeng tokoh dari luar.
Pasangan Tb Hasanuddin dan Anton Charliyan sebagai opsi, tampak sangat menjanjikan jika kepemimpinan kuat yang menjadi prioritas.
Sesama urang sunda asli, berpengalaman bertugas di Jabar, dan satu nilai lebihnya adalah kombinasi pensiunan militer-polisi yang sarat dengan pengalaman memimpin dan keberanian mengambil sikap di situasi genting.
Sedangkan jika yang menjadi prioritas adalah pemahaman mengenai situasi Jabar terkini dan keberlanjutan pembangunan Jabar dari periode sebelumnya, Iwa Karniwa bisa menjadi opsi selanjutnya.
Pertarungan gagasan
Politik, pada dasarnya adalah kekuasaan, kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan, apapun caranya. Harold Lasswell menjelaskan mengenai ini di buku klasiknya yang berjudul, Politics: Who Gets What, When, How? (1936).
Begitu juga dengan koalisi parpol yang terbentuk di Jawa Barat. Penentuan calon dan pembentukan koalisi yang menyertainya tentu berdasarkan kalkulasi politik, agar calon yang diusung bisa keluar sebagai pemenang dalam Pilkada Jabar 2018 nanti.
Hanya, berapapun pasangan calon yang bakal berkompetisi, harapan warga Jabar tentunya kontestasi dalam Pilkada Jabar 2018 ini merupakan ajang pertarungan gagasan, mengenai cara terbaik dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang masih dihadapi warga Jabar selama ini.
Melalui pilkada ini, tensi politik Jabar yang selama ini cukup rendah dan kondusif, diharapkan tetap terjaga. Bukan polarisasi yang bakal dimunculkan oleh para calon, melainkan rasa kebersamaan dan persatuan sebagai warga Jabar.
Semoga politik yang dikembangkan oleh para calon adalah politics for the people culture (Zainuddin Maliki, 2010) , yaitu politik yang berorientasi kepada kepentingan dan kebaikan bersama. Bukan kultur politik yang berorientasi untuk diri sendiri, atau politics for itself culture. ***
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.