Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anjani Sekar Arum, Melindungi Anak-anak dengan Batik Bantengan

Kompas.com - 31/12/2017, 10:33 WIB
Reni Susanti

Penulis

 Batik Bantengan

Dalam peresmian, Dewanti melihat keunikan batik Anjani. Perempuan yang kini menjabat wali kota Batu tersebut menetapkan bantengan sebagai motif khas Batu.

“Bantengan itu budaya Jawa Timur yang unik. Tapi ga ada orang yang mau menjamah. Kalau kita kemas akan membawa nama harum kota kita sendiri. Terbukti sekarang. Dulu bantengan hanya untuk karnaval 17 Agustus, sekarang diundang di India, Malaysia, Melbourne, dan lainnya,” tuturnya.

Anjani mulai memperhatikan bantengan sejak kelas 3 SMP. Begitu SMA bahkan kuliah ia kerap mengangkat tema karya bantengan dalam tugasnya. Saking seringnya, saat duduk di bangku kuliah, dosen memanggilnya “Anjani Bantengan”.

Bantengan ini pula yang membawa namanya melambung. Pameran tunggalnya yang digelar tujuh hari sukses. Dari 48 batik yang dipamerkan hanya menyisakan enam batik. Ia pun menutup pameran dengan membawa uang Rp 32 juta.

Uang tersebut digunakan untuk membeli kain dan persiapan pameran di Praha, Ceko. Sebab beberapa bulan setelah pameran, Anjani diajak wali kota Batu saat itu, Eddy Rumpoko pameran di salah satu negara di Eropa Timur tersebut.

Di tengah rasa tak percayanya bisa ke luar negeri, Anjani melakukan persiapan singkat dan berhasil membuat 60 lembar batik yang habis terjual di Ceko. Dari Ceko ia membawa uang Rp 60 juta dan Rp 25 juta dari Pemkot Batu sebagai uang SPJ.

Uang itu ia gunakan untuk mengubah kandang ayam menjadi sanggarnya. Anjani juga membeli berbagai perlengkapan membatik, seiring dengan permintaan batik yang terus mengalir. Salah satunya sebagai souvenir Pemkot Batu.

Bukan hanya permintaan batik, ajakan pameran pun mengalir, namun Anjani kerap menolak dengan alasan sibuk. Padahal alasan sebenarnya, ia tidak memiliki produk untuk dipamerkan akibat keterbatasan SDM.

Saat kekurangan SDM, ia memutuskan untuk mendidik dua pekerja. Namun pekerja itu pergi dan memulai bisnis yang sama setelah mendapat ilmu batik dari Anjani.

“Penghasilan batik itu besar. Kamu bisa modal Rp 250.000 dan dijual Rp 1 juta. Mungkin mereka tergiur dengan itu,” ucapnya.

Ia sendiri tidak mematok harga batiknya. Harga disesuaikan dengan pasar. Karena pasar Batu, berbeda dengan Jakarta, begitupun luar negeri. Apalagi ia menjadi pengusaha dengan tidak sengaja. Karena rupanya karya seni batik yang ia kagumi bisa dijual bukan hanya dipajang.

Pertemuan dengan Aliya

Pengalaman dengan dua pekerjanya membuat ia sadar tidak mudah mencari pembatik. Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan Aliya Diza Rihadatulaisy, siswi SDN Sisir 1 Batu, 2015 lalu.

Aliya merupakan anak serba bisa. Suatu hari ia ingin belajar membatik, dan sekolah mengarahkan Aliya belajar pada Anjani.

“Waktu itu belum punya sanggar. Jadi aku dan Aliya membatik di teras rumah, sempit-sempitan sama motor. Terus mewarnainya di kamar mandi sampai ribut dengan orang rumah karena pewarnanya nempel di lantai. Makanya abis warnai kita gosok kamar mandi," katanya.  

Aliya belajar dengan cepat. Desain batik yang dibuatnya unik dan terkadang tidak terpikirkan oleh orang dewasa termasuk Anjani. Selain pandai membatik, Aliya pun mampu menjelaskan dengan baik makna dari batik yang dibuatnya.

Hal ini menarik minat teman-teman Aliya. Apalagi setelah batik yang didesain dan dibuat Aliya laku terjual. Termasuk ketika Aliya meraih peringkat empat di lomba Hari Anak Nasional 2016 dan mendapatkan penghargaan dari Presiden Jokowi.

Satu per satu teman Aliya ikut belajar batik ke Anjani. Sanggar pun menjadi ramai. Setiap pulang sekolah, mereka berkumpul di sanggar untuk membatik. Sejak saat itu, galeri Anjani memiliki cukup banyak batik dengan desain unik ciptaan anak-anak.

“Mereka suka membatik. Mereka menikmati membatik. Melihat semangat mereka, aku bertekad untuk mengelola mereka,” tuturnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com