Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pengrajin Kerupuk Merindukan Sinar Matahari...

Kompas.com - 15/12/2017, 15:09 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

BAWEN, KOMPAS.com - Musim penghujan yang berlangsung sejak Oktober lalu membuat produksi kerupuk di sentra pembuatan kerupuk di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, menurun.

Pasalnya para pengrajin kerupuk di desa ini mengandalkan sinar matahari untuk proses pengeringan. Jika pada musim kamarau, proses pengeringan cukup dilakukan selama 6 jam, kini membutuhkan waktu 3 hingga 4 hari.

"Kerupuk yang tidak kena panas matahari terkadang menjamur. Kami harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar pekerja membersihkan satu persatu krupuk yang menjamur sebelum dijemur lagi," kata Wardati (55), pengrajin kerupuk kedelai di Dusun Gading, Desa Tuntang, Jumat (15/12/2017).

Sinar matahari pada musim hujan sangat sulit dijumpai. Jika ada sinar matahari sedikit saja, Wardati dan para pekerjanya bergegas mengeluarkan ancak atau irig yang berisikan tatanan kerupuk mentah yang masih basah.

(Baca juga : Kisah Pedagang Kerupuk Tuna Netra dan Pengemudi Ojek Online )

Para pengrajin ini juga dituntut ekstra waspada jika sewaktu-waktu hujan turun. "Ada panas sedikit paling sampai jam dua belas siang. Harus sering dibolak-balik agar lebih cepat kering," ucapnya.

Ketergantungan terhadap sinar matahari ini bukan tidak pernah disiasati para pengrajin. Mereka pernah menggunakan mesin pemanas atau oven untuk mengeringkan kerupuk. Namun setelah kering, kerupuk tidak bisa mekar saat digoreng.

"Panasnya tidak sempurna, sehingga kalau digoreng tidak mekar. Jadi ya tetap dijemur dengan panas matahari," jelasnya.

Kerupuk Kedelai

Wardati adalah salah satu pengrajin kerupuk di Dusun Gading. Kebanyakan kerupuk yang diproduksi di dusun ini adalah kerupuk jenis kedelai.

Bisnis kerupuk ini rata-rata turun-temurun. Seperti Wardati yang merupakan generasi kelima. Saat ini ia bisa mempekerjakan 10 orang tetangganya untuk membantu proses produksi.

"Sehari kalau normal bisa produksi sampai satu kuintal. Tapi kalau musim seperti ini separuhnya sudah bagus," jelasnya.

Kerupuk produksi Wardati dan para pengrajin di Dusun Gading, selain dijual di pasaran lokal, juga terjual hingga kota-kota besar lainnya. Misalnya Jakarta dan Lampung. "Per kilonya sampai Jakarta harganya Rp 50.000," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Tuntang Muhammad Nadlirin (39) mengungkapkan, di wilayahnya ada sekitar 100 perajin kerupuk. Mereka terkonsentrasi di dua dusun, yakni Dusun Gading dan Dusun Cikal.

Untuk desa Gading, kebanyakan adalah pengrajin kerupuk kedelai. Sedangkan di Dusun Cikal, produksi kerupuk rambak dan kerupuk karak.

"Satu pengrajin bisa menarik 2 hingga 10 tenaga kerja," kata Muhammad Nadlirin.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com