Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menceritakan Kembali Dongeng Timun Mas untuk "Kids Zaman Now"

Kompas.com - 10/12/2017, 09:55 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - "Bapak, Simbok, aku slamet (Bapak, ibu, saya selamat)," kata seorang anak perempuan di Sekolah Hutan Pinus Sari, Desa Mangunan, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Sabtu (9/12/2017).

Ungkapan itu terlontar setelah anak berusia 12 tahun ini berhasil melarikan diri dari kejaran seorang raksasa bernama Buto Ijo. Ternyata Buto Ijo yang merupakan raksasa bertaring dan berkulit hijau itu ingin memangsanya hidup-hidup.

Namun niatan Buto Ijo urung terwujud lantaran anak perempuan itu berhasil menghabisinya. Hanya dengan tiga benda, yaitu jarum, garam, dan terasi, Buto Ijo tak bisa menyentuh sehelai rambut bocah perempuan tersebut. Ia justru sirna di muka bumi setelah terjerembab ke dalam lumpur isap.

Mengetahui lolos dari kejaran, anak perempuan itu pun bersyukur kepada Sang Pencipta telah diberikan keselamatan. Lantas dia pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan orangtuanya yang berdoa untuk keselamatannya.

Bocah perempuan itu akhirnya bisa hidup bahagia bersama orangtuanya tanpa ada rasa takut terhadap Buto Ijo.

"Terima kasih yang tak terhingga," ujar anak perempuan tersebut diikuti alunan suara gamelan di kawasan Sekolah Hutan Pinus Sari usai anak perempuan menyatakan rasa syukurnya tersebut.

Suara gamelan itu menjadi tanda akhirnya pagelaran yang digelar di panggung Hutan Pinus Sari tersebut. 

Ya, sepenggal kisah anak perempuan dan Buto Ijo ini merupakan cerita rakyat bertajuk Timun Mas. Legenda ini diceritakan Bagong Subarjo, seorang dalang sekaligus pembuat wayang. Dia mendongengkan cerita rakyat asal Jawa Tengah itu di hadapan pengunjung yang datang dalam acara Pagelaran Dongeng Jogja.

Bagong merupakan satu dari sembilan pedongeng yang tampil dalam acara tersebut.

Selain Bagong, Gunawan Maryanto, seorang sastrawan juga ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Berbeda dengan Bagong, dia mengisahkan seorang tokoh pewayangan yang terkenal sangat jujur, yaitu Puntadewa atau lebih dikenal dengan nama Yudistira.

Yudistira merupakan anak tertua di antara lima Pandawa, keturunan Raja Hastinapura, dalam kisah Mahabharata.

"Karena tema acara ini kejujuran, langsung saya terbesit Yudistira untuk bercerita," kata Gunawan di atas panggung.

Dalam kisah Mahabharata yang diceritakan Gunawan, Pandawa Lima harus menghadapi dilema ketika menghadapi gurunya, Begawan Durna, yang justru memihak musuhnya, yaitu Korawa. Bukan tanpa sebab, Begawan memiliki kesaktian yang membuat keder Pandawa Lima.

Namun, Kresna yang menjadi juru taktik Kerajaan Hastinapura pun bersiasat. Ia meminta Bima, adik Yudistira, untuk menyebarkan informasi palsu jika Aswatama, anak kesayangan Begawan, telah mati. Padahal yang telah mati itu merupakan seekor gajah berna Estitama. Kabar palsu ini pun langsung didengar Begawan.

Lantas Begawan yang awalnya besemangat ingin melawan Pandawa Lima itu berubah setelah mendengar kabar tentang anakanya tersebut. Untuk meyakinkan kabar itu, Begawan pun melakukan verifikasi kepada Bima.

"Jangan-jangan itu cuman kabar bohong, kayak di media sosial sekarang ini, memecah belah dan sebagainya," kata Gunawan menyelipkan pesan-pesan dalam ceritanya.

Bima yang mengetahui kabar itu hanya siasat untuk mengendurkan semangat Begawan itu pun meyakinkan gurunya jika Aswatama benar-benar mati. Begawan tak lantas percaya begitu saja, ia pun mendatangi Arjuna, murid kesayangannya. Jawaban serupan didapatnya ketika menanyakan kebenaran kabar tewasnya Aswatama.

Kesedihan Begawan pun membuncah. Namun ia masih tak percaya dengan jawaban kedua tokoh Pandawa Lima itu. Lantas ia mendatangi Yudistira yang dikenal sangat jujur untuk meyakinkannya. Ia baru merasa yakin jika kebenaran tentang kematian anaknya itu dikatakan Yudistira.

"Kamu adalah orang paling jujur, karena jujur telapak kakimu mengambang lima sentimeter di atas tanah. Apakah benar Aswatama sudah mati?" kata Gunawan seolah menjadi Begawan.

Yudistira diam sejenak ketika mendapatkan pertanyaan tersebut. Ia pun bersiasat untuk mempertahankan kejujuran dan tak menipu gurunya. Mengetahui pendengaran gurunya kurang baik, ia menyebut nama gajah yang mati kepada gurunya dengan cara berbisik. "Iya Estitama telah mati," kata Gunawan dengan nada lirih.

Meski Yudistira berkata jujur, Begawan jusru mendengar jawaban jika Aswatama telah mati. Tak ayal, semangatnya untuk melawan Pandawa Lima pun runtuh mendapatkan jawaban dari seorang yang paling jujur tersebut. Lunturnya semangat Begawan itu meenjadi akhir cerita yang didongengkan Gunawan.

"Demikian adik-adik, betapa susahnya menjaga kejujuran dan kebenaran yang ingin disampaikan," kata Gunawan di akhir cerita.

Pagelaran Dongeng Jogja yang diselenggarakan Rumah Dongeng Mentari itu dihadiri penonton, mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, dan pengunjung Hutan Pinus Sari. Tak hanya mendengarkan dongeng, para penonton juga diajak berimajinasi oleh para pedongeng.

Founder Rumah Dongeng Mentari, Putri Arum Sari, mengatakan, Pagelaran Dongeng Jogja merupakan puncak kegiatan Awicarita Festival. Awicarita Festival, kata dia, merupakan kegiatan untuk mempopulerkan kembali budaya mendongeng kepada generasi muda saat ini.

"Awicarita itu rangkaian kegiatan yang isinya menebarkan semangat mendongeng kembali," kata Arum.

Arum menjelaskan, dongeng merupakan sarana untuk mengajar tanpa menggurui. Sebab, anak-anak ditanamkan nilai-nilai baik dengan cara yang menyenangkan. Tak hanya itu, kata dia, dongeng memberikan dampak positif bagi anak dan orangtua untuk jangka panjang dan pendek.

"Jangka pendek misalnya kita deket sama anak, anak tidak mainan dengan gadget, dan ada interaksi fisik antara orangtua dan anak," kata Arum.

"Kalau jangka panjang, menurut salah satu buku dari Inggris itu bisa merubah mainset seseorang dan merubah seseorang itu punya semangat yang lebih dan keinginan yang lebih karena dongeng itu seperti memberikan cita-cita dan cerita yang baik tanpa menggurui," kata Arum menambahkan.

Arum mengatakan, rangkaian kegiatan Awicarita Festival sudah berlangsung sejak 29 Oktober. Menurutnya, Awicarita Festival digelar di sejumlah kota, yaitu Bali, Semarang, dan Surabaya. Kegiatan itu berupa jelajah dongeng, sayembara pedongen cilik, kelas negeri dongeng, dan puncaknya Pagelaran Dongeng Jogja.

"Ini event kedua dari Rumah Dongeng Mentari, Semoga bisa lebih besar manfaatnya dan lebih luas semangat mendongengnya, jadi bukan lingkup di jogja tapi sampai di Jakarta juga," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com