Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ridha Aditya Nugraha
Air and Space Law Studies, Universitas Prasetiya Mulya

Manajer Riset dan Kebijakan Air Power Centre of Indonesia, Jakarta. Anggota German Aviation Research Society, Berlin. Saat ini berkarya dengan mengembangkan hukum udara dan angkasa di Air and Space Law Studies - International Business Law Program, Universitas Prasetiya Mulya. Tenaga ahli sekaligus pemateri di Institute of Air and Space Law Aerohelp, Saint Petersburg. Sebelumnya sempat berkarya pada suatu maskapai penerbangan Uni Eropa yang berbasis di Schiphol, Amsterdam.

Gunung Agung Meletus dan Nasib Penumpang Telantar

Kompas.com - 28/11/2017, 09:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Dalam kasus Denise McDonagh versus Ryanair (C-12/11), Uni Eropa melalui The European Court of Justice telah menguatkan keberadaan right to care sebagai perwujudan bisnis penerbangan yang beradab.

Pada tahun 2010, Gunung Eyjafjallajokull di Islandia meletus dan mengakibatkan ribuan penerbangan dibatalkan.

Denise McDonagh memenangi gugatan terhadap Ryanair, suatu low-fare airline, atas ganti kerugian sejumlah pengeluaran nyata untuk kebutuhan pokok selama telantar di bandara. Pengeluaran itu meliputi biaya penginapan, konsumsi yang layak, dan telekomunikasi.

AFP Erupsi Gunung Agung
Seyogianya hal ini dapat ditiru di Indonesia, tidak hanya oleh maskapai penerbangan tetapi juga oleh operator bandara. Jangan sampai kesehatan anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan para lansia tidak terjamin.

Penumpang yang telantar jangan hanya dilihat dari perspektif komersil--ujungnya sebagai beban, tetapi sebagai sesama manusia yang membutuhkan pertolongan.

Suatu ide untuk mengalokasikan dana corporate social responsibility (CSR) para pemangku kepentingan, di antaranya maskapai penerbangan, operator bandara, hingga perusahaan kargo dan ground handling, untuk memanusiakan manusia dengan memenuhi kebutuhan pokok mereka yang telantar terlepas nasionalitas.

Akan menarik melihat fenomena pendayagunaan bandara militer untuk penerbangan sipil komersial.

Menjadi suatu pertanyaan apakah TNI Angkatan Udara akan membiarkan para penumpang yang telantar menginap seminggu di markasnya. Jika tidak, siapa yang akan menanggung biaya "mengungsi"?

Dalam konteks ini, nyatanya right to care juga bersinggungan dengan isu pertahanan.

Akhir kata, semoga kejadian ini tidak berlalu begitu saja. Lembaga perlindungan konsumen seyogianya bergerak mengadvokasikan right to care serta mendorong pihak asuransi perjalanan guna memenuhi kewajibannya kepada para penumpang telantar, baik melalui upaya preventif maupun kuratif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com