Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Depan Mahasiswa, Cak Imin Pertegas Tantangan Pemerintah Saat Ini

Kompas.com - 14/11/2017, 20:23 WIB

RIAU, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menjadi pembicara dalam kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Selasa (14/11/2017).

Di hadapan mahasiswa serta sejumlah pejabat UIN Sultan Syarif Kasim, Cak Imin, sapaan Muhamin, menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini.

"Sebagai negara yang besar dan kaya, kekayaan yang dimiliki Indonesia justru malah diangkut bangsa lain. Ini dibuktikan dengan sejumlah kontrak dan konsesi sumber daya alam yang dianggap tidak memberi nilai tambah untuk kepentingan nasional," kata Cak Imin.

Belum lagi, lanjut Cak Imin, sentimen primordial yang mewabah akhir-akhir ini telah menggerogoti prinsip kesatuan dalam kebhinekaan NKRI.

"Indonesia tengah menghadapi tantangan serius berupa erosi nilai-nilai kebangsaan, baik karena berseminya benih-benih sektarianisme maupun karena dominasi ideologi pasar yang merobohkan nasionalisme. Di ujung lain, bendera nasionalisme terus terkoyak oleh dominasi asing dalam struktur perekonomian nasional," ucapnya.

Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini mengatakan, kedigdayaan Indonesia sebagai bangsa kaya SDM dianggap terkoyak ketika "menyerahkan" kekayaan negara dari beberapa sektor ke tangan asing.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menjadi pembicara dalam kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Selasa (14/11/2017).DAVID OLIVER PURBA)/KOMPAS.com Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menjadi pembicara dalam kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Selasa (14/11/2017).
Cak Imin mencontohkan 85 persen sektor pertambangan migas dikuasai asing, yang juga menguasai 75 persen tambang batubara, bauksit, nikel, dan timah, serta 50 persen perkebunan sawit.

Belum lagi pembabatan hutan dengan laju penggundulan hutan rata-rata 1,19 juta hektar per tahun yang mengakibatkan Indonesia harus kehilangan areal hutan seluas 41.400 kilometer persegi atau setara dengan luas negara Swiss.

Muhaimin menilai, pemerintah masih bergantung terhadap asing untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Secara agregat, kata Muhaimin, Indonesia mengimpor 5-10 persen dari total kebutuhan pangan pokok, dengan nilai impor pada tahun 2015 mencapai  7,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 102 triliun.

Merujuk data statistik resmi 2017, lanjut dia, masih ada sekitar 27,7 juta penduduk miskin di Indonesia, 7 juta pengangguran, serta 3,6 juta rakyat yang buta huruf. Berdasarkan data World Bank 2015, Indonesia adalah salah satu negara dengan derajat ketimpangan peringkat ketiga dengan indeks gini mencapai 0,64.

Melihat data itu, Cak Imin menilai wajar saja masih banyak masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

"Padahal, kita ini negara agraris, tapi justru menghabiskan devisa untuk membeli barang yang sebenarnya bisa dihasilkan sendiri di dalam negeri," kata dia.

Cak Imin mengatakan, faktor lain yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan dan lemahnya perekonomian masyarakat adalah pola pembangunan yang tidak inklusif yang pada akhirnya hanya menciptakan ketimpangan antarwilayah, disparitas antarsektor ekonomi, dan kesenjangan pendapatan antar penduduk.

Tingginya disparitas itu dinilai dipengaruhi penguasaan lahan oleh para pemodal swasta dan asing. Muhaimin mengatakan, dari 191 juta hektar luas daratan Indonesia, sekitar 175 juta hektar atau setara 93 persen dikuasai para pemodal swasta dan asing. Sedangkan dari sekitar 23,7 juta petani Indonesia hanya memiliki rata-rata 0,9 hektar tanah.

"Di sisi lain, 2.000 perusahaan perkebunan menguasai 16 juta hektar dan 304 perusahaan menguasa hutan konsesi seluas 26 juta hektar. Ini artinya 56 persen rata-rata petani Indonesia hanya menguasai 0,5 hektar tanah pertanian," ujar Muhaimin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com