Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Secangkir Kopi Jawa Barat untuk Dunia

Kompas.com - 13/11/2017, 22:41 WIB
Reni Susanti

Penulis

KOMPAS.com – Wangi kopi menyeruak di pelataran Trans Studio Mall (TSM) Bandung. Wangi khas kopi unggulan Jawa Barat ini menarik pengunjung mall untuk melihat, hanyut dalam aroma kopi, mencicipi, bahkan membelinya.

Dalam tiga hari, acara bertajuk West Java Coffee Festival 2017 ini berhasil menyedot perhatian ribuan orang. Tak tanggung, kopi yang disediakan untuk dicicipi pun mencapai 15.000 cup.

Kopi itu berasal dari 24 petani di berbagai titik perkebunan kopi di Jawa Barat. Festival ini juga menghadirkan 24 pengelola kafe yang selama ini menyajikan kopi sebagai menu utama. Mereka hadir di 24 stand.

Salah satunya, Kopi Palasari dari Pegunungan Manglayang. Sang petani, Wahid mengaku, tidak menyangka kopi Jabar bisa seperti sekarang. Diminati dan diburu banyak orang. Karena sebelumnya, kopi Jabar kurang dikenal.

Kopi asal Jawa BaratKOMPAS.com/Reni Susanti Kopi asal Jawa Barat
Kopi Murah

Masih kental dalam ingatan Wahid saat kopi miliknya dan petani lain di Pegunungan Manglayang dihargai Rp 3.000 per kg pada tahun 2014 ke belakang. Walaupun rendah, harga tersebut sudah terbilang bagus. Karena ada kopi yang dihargai Rp 2.500 per kg oleh tengkulak.

“Kami ga punya pilihan lain. Waktu itu kami lepas kopi sesuai dengan keinginan tengkulak,” ujar Wahid kepada Kompas.com, belum lama ini.

Saat itu, petani tidak mengetahui keunggulan kopinya. Hal ini dimanfaatkan tengkulak. Mereka membeli dengan harga murah lalu dikirim ke eksportir di Sumatera dan diekspor. Di sinilah harga menjadi super tinggi. Yang lebih menyedihkan, orang tidak tahu kalau itu kopi Jabar.

“Dulu kami ga tahu kopi kami itu bagus. Malah kami minumnya kopi warung yang dijual per sachet,” ungkap Wahid.

Kondisi ini membuat kopi bukanlah mata pencaharian utama. Kopi hanya penghasilan tambahan disamping sayuran. Tanaman kopi pun tak ubahnya hanya dijadikan tanaman pagar.

Wahid, petani kopi palasari, pegunungan Manglayang.KOMPAS.com/Reni Susanti Wahid, petani kopi palasari, pegunungan Manglayang.
Pemandangan serupa terjadi di Gunung Puntang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Pemilik kopi gunung puntang, Ayi Sutedja mengatakan, dulu tengkulak hanya membeli kopi seharga Rp 2.500 per kg karena tidak diketahui kualitasnya.

Namun dengan keyakinan, ia tetap istiqamah menanam kopi. Dari hasil obrolan, ia belajar otodidak dan menanam kopi buhun dari lereng Gunung Guntur, Garut, 2011 lalu. Ia pun tak menggunakan pupuk kimia.

Tak disangka, pohon kopi yang ditanamnya membawa kopi Jabar sejajar dengan kopi andalan dunia. Hal tersebut berimbas pada berakhirnya masa keterpurukan petani kopi di Jabar.

Sebab, kopi Gunung Puntang Jabar menjadi juara dalam Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat. Dari 74 sampel dalam kontes tersebut, terpilih 20 besar sampel dengan skor paling tinggi. Enam di antaranya dari Jabar.

Yakni Gunung Puntang (yang dikembangkan Ayi Sutedja, juara), Mekar Wangi (Wildan, peringkat kedua), Malabar Honey (Slamet P, posisi keempat), Java Cibeber (Asep, urutan ke-9); West Java Pasundan Honey (Dedi Gunung Tilu, ke-11); Andungsari (Wildan, ke-17).

Dalam lelang kopi terbesar di Amerika Serikat tersebut, kopi milik Ayi mendapat nilai uji cita rasa 86,25. Cita rasa khas berupa beragam aroma buah tropis, sedikit asam, hingga manis membuat kopi itu menjadi yang terbaik. Biji kopinya pun dilelang hingga 55 dollar AS.

Perlahan namun pasti, harga kopi Jabar terutama yang memenangkan kontes mengalami peningkatan. Seperti kopi di Palasari. Dari yang sebelumnya Rp 3.000 per kg menjadi Rp 9.000 hingga Rp 9.500 per kg di koperasi daerahnya.

“Kami lebih sejahtera. Anak-anak petani bisa sekolah tinggi sekarang. Saat ini kami bisa mengandalkan kopi sebagai sumber mata pencaharian,” ungkap Wahid.

Di daerahnya, petani semakin semangat menanam kopi. Kini terdapat 17 kelompok tani yang menggarap 253 hektar.

Sebanyak 24 petani dari berbagai perkebunan kopi di Jawa Barat berkumpul dalam acara West Java Coffee Festival 2017.KOMPAS.com/Reni Susanti Sebanyak 24 petani dari berbagai perkebunan kopi di Jawa Barat berkumpul dalam acara West Java Coffee Festival 2017.
Kerja Sama

Keberhasilan ini tidak akan tercipta tanpa kerja sama semua pihak, di antaranya petani, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pemerintah kabupaten/kota di Jabar, dan orang-orang yang mencintai kopi.

“Kami mendapat banyak bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah setempat,” ujar Wahid, petani kopi palasari.

Bantuan yang diberikan berupa pelatihan, berbagai peralatan, hingga difasilitasi ketika akan ikut festival maupun kontes di luar negeri.

“Sangat terbantu. Karena bagaimanapun kopi akan membawa Jabar mendunia. Menjadi salah satu pembangunan Jabar yang berhasil. Karena kopi bisa membantu kami lepas dari kemiskinan,” ungkapnya.

Ia berharap, pemerintah terus membantu rencana kampungnya mengembangkan wisata di sana. Sebab kini banyak wisatawan dari berbagai daerah datang ke tempatnya untuk melihat kopi dan takjub dengan alam di Pegunungan Manglayang.

"Nanti bukan hanya pembangunan secara ekonomi dan pendidikan. Kami akan mengembangkan pariwisata yang ditunjang infrastruktur mempuni, tentunya bersama-sama dengan pemerintah," tuturnya.

Pemilik dan pengolah kopi Priangan, PT Morning Glory Coffee International, Nathanael Charis melihat langsung bagaimana proses kerja sama ini berlangsung. Semua pihak, dari petani hingga pemerintah bergandengan tangan, berjuang keras, untuk membuat kopi Jabar mendunia.

“Kami berjuang bersama. Hingga kopi Jabar mendapat skor yang tinggi dari 70 ke 89 dan mendapat pengakuan dunia. Untuk pertama kalinya juga sejak tahun 1924, kopi dari Pangalengan diekspor ke Australia,” tuturnya.

Data Dinas Perkebunan Jabar mencatat, dalam kurun waktu 2012-2015, ekspor biji kopi mencapai 187 ton dengan nilai 1,3 juta dollar AS. Sementara ekspor kopi dalam bentuk olahan dalam rentang waktu yang sama menembus 150 ton dengan nilai mencapai 7 juta dollar AS.

Kini, permintaan kopi terus meningkat. Untuk mengimbanginya, Pemprov Jabar menggenjot pertumbuhan tanaman kopi. Data Pemprov Jabar menyebutkan, hingga 2016, luas perkebunan kopi di Jabar mencapai 33.889 hektar dengan produksi 17.683 ton. 

Pada Minggu (19/3/2017), sebanyak 40 pegiat kopi Jawa Barat memeriahkan #NgopiSaraosna Vol. 1 di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. KEMENPAR/BIRO KOMUNIKASI PUBLIK Pada Minggu (19/3/2017), sebanyak 40 pegiat kopi Jawa Barat memeriahkan #NgopiSaraosna Vol. 1 di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.

Promosi

Pemprov Jabar mengimbangi penggenjotan tanaman kopi dengan promosi. Ada berbagai cara yang dilakukan mulai dari pelaksanaan West Java Coffee Festival (WJCF) yang dilakukan setiap tahun, hingga melalui film “Kelana Roda Dua”.

Film hasil kerja sama dengan komunitas pecinta motor ini dibuat semi dokumenter. Mengisahkan perjalanan Omar dengan motor kesayangannya menyusuri keindangan Pangalengan yang menjadi tempat kopi Gunung Puntang milik Ayi Sutedja.

Tak cukup dengan film maupun pameran. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan kerap mempromosikan kopi Java Preanger dalam setiap kunjungannya baik di dalam negeri maupun luar negeri.

“Minumlah kopi yang digiling bukan yang digunting (kopi sachet),” ucapnya kepada Kompas.com menyepertikan kata-katanya yang kerap disampaikan di tiap pertemuan.

Ia menceritakan, ada kebiasaan aneh di Indonesia. Produk berkualitas dijual ke luar seperti kopi giling Java Preanger. Namun yang dikonsumsi malah produk kurang bagus.

Karena itu, ia akan terus mempromosikan kopi berkualitas ini kemanapun. Sebab minum kopi dengan baik dan benar bermanfaat bagi kesehatan. Di antaranya, kopi mengandung anti oksidan yang dapat menghilangkan zat-zat kotor dalam tumbuh.

Untuk mengoptimalkan kopi asal Jabar, ia juga menginstruksinya Bank BJB untuk mempermudah permodalan para petani. Bank BJB diminta jemput bola untuk memenuhi kebutuhan petani kopi.

Ilustrasi kopipixelliebe Ilustrasi kopi

A Cup of Java

Dalam sejumlah literatur, kopi masuk ke Indonesia pada 1969. Pemerintah Belanda membawa kopi dari India dan ditanam di Pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat. Masyarakat Jabar saat itu dipaksa menanam kopi. Hasilnya diambil Belanda dan diekspor ke seluruh dunia.

Kopi Jabar yang dikenal Java Preanger sangat terkenal. Bahkan ada ungkapan yang menggambarkan kepopuleran Java Preanger di dunia, yani “A Cup of Java” atau Secangkir Kopi dari Jawa.

Namun, pada pertengahan 1800-an, kopi di Jabar banyak mati karena serangan hama karat daun. Sejumlah petani meyakini masih ada pohon sisa peninggalan zaman Belanda yang bertahan hidup hingga sekarang. 

Kompas TV Nilai ekspor kopi ke Korsel naik menjadi Rp 130 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com