Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Kolom Agama, Penghayat Kepercayaan Sulit Dapatkan Haknya

Kompas.com - 13/11/2017, 00:01 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Wakil Ketua Bidang Hukum Persada (Persatuan Sapto Dharmo) Kabupaten Semarang, Adi Pratikto, berharap Pemerintah Kabupaten Semarang segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghayat kepercayaan, terutama dalam hal administrasi kependudukan.

Menurut Adi Pratikno, permasalahan mendasar yang dialami oleh para penghayat antara lain kendala terkait e-KTP, pernikahan, kematian, dan pendidikan anak-anak penghayat di sekolah.

"Itu semua menjadi momok yang menakutkan bagi kami," kata Adi, Minggu (12/11/2017).

Ia mengatakan, jumlah penganut Sapto Dharmo Kabupaten Semarang saat ini mencapai 700 anggota. Dari jumlah itu, sebanyak 465 orang di antaranya tidak mengisi kolom agama pada e-KTP mereka.

Permasalahan kolom agama di E-KTP ini selama ini menjadi penghalang bagi para penganut kepercayaan Sapto Dharmo untuk mendapatkan pelayanan dari negara.

(Baca juga: Penghayat Kepercayaan di Semarang Segera Ubah Data KTP)

Kini, setelah putusan MK tersebut, kolom agama pada e-KTP dan Kartu Keluarga para penghayat dapat dituliskan kepercayaan mereka.

"Harapan kami seluruh penghayat kepercayaan di Kabupaten Semarang, segera diterbitkan juknis (petunjuk teknis) untuk pengisian di kolom agama yang isinya kepercayaan," ujar Adi.

Pasca-putusan MK tersebut, pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan Pemkab Semarang.

Menurut dia, hingga belum berubahnya status agama dalam e-KTP akan memengaruhi penghayat apabila hendak melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kependudukan. Misalnya dalam perkawinan, kematian, dan sekolah bagi anak-anak penganut penghayat.

"Kami sudah komunikasikan dengan Bapak Mundjirin, Bupati Semarang," ucap Adi.

(Baca juga: Penghayat Kepercayaan Berharap Ada Keterangan Aliran yang Dianut pada KTP)

Senada, Tuntunan Sapto Dharmo Provinsi Jawa Tengah, Slamet Hariyanto mengatakan, dengan putusan MK tersebut penganut Sapto Dharmo saat ini tidak lagi berkecil hati karena akan terlayani oleh pemerintah.

Sebelumnya, para penganut Sapto Dharmo merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pengisian kolom agama cukup dikosongkan.

"Kami mengikuti itu. Tapi kami sekarang berharap segera diterbitkan teknis untuk perubahan itu," kata Slamet.

Ia menjelaskan, kegiatan para penganut Sapto Dharmo yaitu tiap malam melakukan sujudan di Sanggar, antara pukul 19.00 WIB sampai 00.00 WIB. Sanggaran bagi para penganut Sapto Dharmo sudah ada dari tingkat Kecamatan hingga Provinsi di Jawa Tengah.

Keberadaan Sapto Dharmo di Kecamatan Bandungan, sudah ada sejak 1967. Para penganut Sapto Dharmo, lanjutnya, pernah dianggap sebagai ajaran sesat dan memiliki pemahaman yang melenceng dari Pancasila sehingga dikucilkan oleh masyarakat.

"Dulu kami mendapatkan perilaku khusus dari masyarakat setempat dan pejabat," ujar dia.

Kompas TV Umat Parmalim Gelar Tradisi Suci Simbol Syukur Sipaha Lima
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com