Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Buddha, Dharma, dan Cinta Kasih

Kompas.com - 09/11/2017, 11:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pengantar: Ceritalah ASEAN baru-baru ini mengunjungi Ubud (Bali), Pekalongan, Muntilan, Mangelang (Jawa Tengah) dan satu kawasan fenomenal di Jakarta, Tanah Abang, untuk memproduksi serangkaian video tentang Keberagaman Agama Indonesia. Sejak pekan lalu dan beberapa pekan ke depan, Ceritalah ASEAN akan menghadirkan video ini berikut tulisan kolom tentang tradisi pluralisme yang menakjubkan di negara ini.

Namo sanghyang adi buddhaya
(Terpujilah Tuhan yang Maha Esa)
Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa
(Terpujilah para Buddha yang Maha Suci yang telah mencapai pencerahan sempurna)
Sabhe satta bhavantu sukhitatta
(Semoga semua makhluk hidup berbahagia)

ITULAH doa yang dilantunkan Bhikkhu Badraphalo secara syahdu pada suatu siang di dharmadhatu atau lantai puncak Candi Borobudur. Setiap pagi dan sore, Bhikkhu Badraphalo selalu beribadah disertai meditasi di Vihara Jina Dharma Sradha Gunung Kidul.

Namun, pada hari-hari uposatha atau hari puasa agama Buddha, bhikku yang berusia 37 tahun ini bersembahyang di Candi Borobudur, mengirimkan doa-doa untuk kebaikan umat manusia.

Candi berbentuk stupa yang terletak di Magelang, Yogyakarta, Jawa Tengah ini memang dibangun oleh para penganut ajaran Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra di sekitar abad ke-8 untuk peribadahan.

“Candi ini maknanya satu, yaitu kehidupan kita menuju pada Adi-Buddha. Kehidupan kita pada kesempurnaan hidup, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keberadaban sebagai manusia yang sempurna,” tutur Bhikkhu Badraphalo ketika ditemui Tim Ceritalah ASEAN di Candi Borobudur.

Agama Buddha adalah agama yang ajarannya ditemukan dan diajarkan oleh Siddhartha Gautama setelah dia mencapai “Pencerahan Sempurna” atau “Penyadaran Penuh” yang kemudian membuatnya disebut sebagai “Sang Buddha”.

Baca juga : Video: Kisah Panti Asuhan Muhammadiyah Tanah Abang

Kata “Buddha” sendiri berarti “telah sadar”, atau “yang telah terjaga”, atau “yang telah cerah”. Berbagai literatur menuliskan, selama 45 tahun Sang Buddha mengajarkan prinsip-prinsip “Dharma” atau “Kebenaran” dengan mengedepankan “cinta kasih” dan “kebijaksanaan”.

Masuknya agama Buddha ke Indonesia terjadi pada abad-abad awal atau saat dimulainya perdagangan melalui jalur laut. Di zaman Srivijaya (Sriwijaya) pada abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) merupakan asal mula peranan kehidupan agama Buddha di Indonesia.

Sejarah bahkan menuliskan, Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara. Selain kerajaan Sriwijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia, seperti kerajaan Tarumanegara, atau Mataram kuno.

Semua kerajaan itu berperan dalam proses perkembangan agama Buddha di Indonesia. Pengaruh India sangat terasa pada masa kerajaan-kerajaan itu.

Di Jawa Tengah juga berdiri kerajaan Buddha yaitu kerajaan Syailendra. Meskipun tidak sebesar kerajaan Sriwijaya, kerajaan ini meninggalkan beberapa peninggalan penting yaitu candi-candi Buddha yang masih berdiri hingga sekarang, salah satunya adalah Candi Borobudur.

Maka tak heran jika sebagian besar penganut agama Buddha di Indonesia berada di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Candi Borobudur merupakan cerminan kejayaan agama Buddha di masa lampau.

Dia telah menjadi warisan kebudayaan bangsa Indonesia yang sangat dibanggakan. Pada periode 1975 hingga 1982, pemerintah dibantu dengan UNESCO melakukan pemugaran besar-besaran pada candi yang berdekatan dengan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu ini.

Atas upaya pemerintah Indonesia, monumen suci tempat berziarah untuk memuliakan Buddha ini pernah menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Saat ini, Candi Borobudur yang tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan, masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Bhikkhu Badraphalo saat berada di area Candi BorobudurDok CERITALAH ASEAN Bhikkhu Badraphalo saat berada di area Candi Borobudur
Bhikkhu Badraphalo memandang Candi Borobudur sebagai bentuk maha karya nenek moyang Indonesia yang sangat besar. Menurut dia, tetap berdirinya candi ini dengan megah dan sangat dihormati, menunjukkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang toleran, dan mencintai persatuan dan kesatuan.

Agama Buddha sendiri mengajarkan bahwa cinta kasih adalah kebutuhan dasar manusia dan bersifat universal. Dia tidak terbatas hanya untuk orang-orang tertentu, tidak memandang latar belakang seseorang, dan tidak mengharapkan timbal balik.

“Artinya, segenap alam dan mahluk hidup yang ada di dunia ini harus kita cintai. Sebab, mereka juga membutuhkan kehidupan dan kebahagiaan. Cinta kasih itu harus ditumbuhkan dengan motivasi yang benar,” ujar Bhikkhu Badraphalo.

Surahman (34), seorang penganut ajaran Buddha mengatakan, ada dua ajaran Buddha yang menarik baginya, yakni cinta kasih dan kebijaksanaan. Dia mengibaratkan dua ajaran itu sebagai “sayap”. “Tanpa dua “sayap” itu agama Buddha tidak mungkin sempurna,” katanya.

Baca juga : Hindu Bali, Budaya dan Seni yang Tak Terpisahkan

Pada hari Minggu setiap ada kegiatan ibadah, ayah satu anak ini, mengunjungi Vihara Giriloka Kulon Progo.

Kemudian, setiap Senin malam, Surahman yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta bersama warga lainnya mengadakan ibadah bergilir di rumah warga.

Sang Buddha mengajarkan pada umatnya bahwa jika “Dharma” diterapkan secara benar maka kehidupanya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dia juga akan menjadi dewasa secara spiritual sehingga mampu mengatasi penderitaan diri sendiri maupun orang lain.

Di dalam kehidupannya sehari-hari, Surahman yang asli dari Kulon Progo-- sekitar satu jam dari Candi Borobudur—ini menerapkan ajaran Buddha untuk mendapatkan kedamaian. Dia juga menanamkan nilai-nilai ajaran Buddha pada anak dan istrinya.

Meski tinggal di lingkungan keluarga dan rumah dengan beragam agama, yakni ada Islam dan Kristen, Surahman mengaku tidak ada hambatan dalam menjalankan keyakinannya. “Kami bisa hidup secara berdampingan dan damai,” tuturnya.

“Kuncinya adalah menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi,” kata Surahman.

Sikap toleransi yang dijalankan Surahman merupakan salah satu cerminan dari pengamalan sila pertama Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sila ini memiliki makna bahwa bangsa Indonesia menjunjung sikap saling menghormati, bekerja sama, dan tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain.

Dengan dasar inilah Indonesia yang mengakui keberadaan enam agama—Islam, Protestan, Katolik, Buddha, Hindu dan Konghucu--menjadi sebuah negara pluralism yang kuat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com