Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Tsunami, Warga Pesisir Pulau Ambon Masih Tidur di Hutan

Kompas.com - 05/11/2017, 13:02 WIB
Rahmat Rahman Patty

Penulis

AMBON, KOMPAS.com - Gempa beruntun yang mengguncang Kota Ambon dan sekitarnya telah berlalu sejak lima hari lalu.

Namun, hingga kini warga sejumlah desa pesisir di Kecamatan Leihitu dan Leihitu Barat di Pulau Ambon memilih tidur di kawasan perbukitan dalam hutan-hutan desa mereka.

Warga beristirahat di sana dengan menggunakan alas terpal dalam tenda darurat yang mereka dirikan sejak gempa terjadi pada 31 Oktober 2017. Mereka baru akan kembali ke perkampungan setelah pagi tiba.

Sebagian besar warga yang mengungsi ke hutan saat malam hari tiba adalah orang lanjut usia, perempuan, dan anak-anak.

"Kita takut tsunami jadi terpaksa tidur di sini, nanti pagi hari baru pulang ke kampung," kata warga Setih, Idrus Hatuina, kepada wartawan di lokasi pengungsian di kawasan perbukitan Ulat Oki, Sabtu (4/11/2017) malam.

Warga Desa Seith yang mengungsi secara berkelompok setiap malam ke hutan diperkirakan mencapai 500 orang.

Mereka harus menempuh perjalanan dari kampungnya menuju perbukitan Ulat Oki di belakang perkampungan itu. Sebagian warga lain mengungsi ke lokasi lain.

Asma Haupea dan keluarganya ikut mengungsi ke hutan karena mereka tidak merasa nyaman bermalam di perkampungan. Meski saat ini intensitas gempa susulan telah menurun, tetapi mereka masih takut akan adanya tsunami.

"Kita sudah dapat informasi dari BMKG bahwa tidak ada potensi tsunami, pemerintah desa juga telah memberikan pengumuman. Tapi kita merasa tidak nyaman saat tidur malam hari di rumah, kita masih takut jangan-jangan ada tsunami," kata dia.

Puluhan warga memilih tidur di Lapangan Galunggung Ambon karena takut terjadinya gempa susulan. Warga rela tidur di lapangan tersebut hanya dengan beralaskan terpal, Selasa (31/10/2017) Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty Puluhan warga memilih tidur di Lapangan Galunggung Ambon karena takut terjadinya gempa susulan. Warga rela tidur di lapangan tersebut hanya dengan beralaskan terpal, Selasa (31/10/2017)
Selain warga di Desa Seith, warga desa lain juga mengungsi ke hutan saat malam hari. Mereka berasal dari Desa Asilulum, Negeri Lima, Hila, Wakasihu, Ureng, Larike, Desa Alang, serta Liliboy.

Hampir semua warga pesisir di Leihitu dan Leihitu Barat sampai saat ini masih mengungsi di hutan saat malam hari.

"Memang ada cerita turun-temurun di masyarakat Leihitu soal tsunami ratusan tahun lalu. Mungkin itu menjadi salah satu penyebab saat setiap kali gempa sellau memilih mengungsi," kata Sardi Kapitanhitu, salah tokoh pemuda Kecamatan Leihitu.

Dia memintaBadan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Maluku Tengah, maupun BPBD Provinsi Maluku untuk meninjau lokasi pengungsian warga dan memberikan pemahaman kepada mereka yang ada di sejumlah desa tersebut.

"Kami berharap BPBD dapat meninjau kampong-kampung di Leihitu dan memeberikan pemahaman kepada masyarakat," kata dia.

Terkait masalah itu, Kepala BPBD Maluku Farida Salampessy mengatakan bahwa timnya bersama BMKG Stasiun Ambon akan mendatangi desa-desa tersebut untuk memberikan sosialisasi dan pencerahan agar warga tidak lagi mengungsi.

"BPBD provinsi dan BMKG akan melaksanakan sosialisasi ke Kecamatan Leihitu dan Leihitu Barat dalam waktu dekat," katanya melalui pesan WhatsApp.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com