"Selain itu, rasa madu juga lebih mudah masam dan tidak tahan lama," ujar Uge.
Proses panen juga diawasi dengan sistem internal control system (ICS) yang mengacu pada standar nasional. Untuk panen, para periau di APDS menggunakan teknik panen lestari.
Bagian yang ambil saat panen hanya bagian kepala sarang lebah dan menyisakan anak lebah untuk berkembang biak menghasilkan madu.
Setelah mengambil sarang lebah, selanjutnya, adalah memisahkan madu dari sarang lebah dengan sistem tetes. Sarang madu diiris dengan cara dibelah hingga memotong bagian pipa yang menyimpan madu, sehingga madu bisa menetes semua.
Saat ditiriskan, madu disaring menggunakan kain kasa dengan kerapatan yang sangat rapat sehingga menghasilkan madu yang jernih.
"Semua peralatan yang digunakan harus steril, termasuk pisau yang digunakan harus berbahan stainless dan menggunakan sarung tangan," jelas Uge.
Usai ditiriskan, tahap selanjutnya adalah mengurangi kadar air. Madu dari Danau Sentarum pada umumnya memiliki kadar air berkisar antara 25 hingga 28 persen.
Sebelum proses pengemasan, madu tersebut harus dilakukan perawatan untuk mengurangi kadar air (dehumidifikasi), karena standar SNI untuk madu adalah di bawah 22 persen.
"Jadi kita juga ada proses mengurangi kadar air," ujar Uge.
Semua proses tersebut, sambung Uge, dilakukan di rumah masing-masing kelompok periau. Namun, tidak lama lagi, proses tersebut akan dilakukan sepenuhnya di rumah produksi yang sedang dibangun.
Pembangunan rumah produksi yang diresmikan Wakil Bupati Kapuas Hulu Antonius Pamero pada 25 Oktober 2017 yang lalu itu terletak persis di sebelah rumah workshop madu hutan yang dibangun hasil kerja sama sejumlah lembaga dalam konsorsium TFCA bersama pihak Taman Nasional Danau Sentarum.
Sedangkan untuk rumah produksi, dibangun dalam program pengelolaan sumber daya alam (PSDA) berbasis masyarakat oleh Proyek Pengelolaaan Sumberdaya Alam Hutan Rawa Gambut dan Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Meningkatkan Produktivitas Produk-Produk Unggulan Masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu yang dikelola Konsorsium Diantama.
Konsorsium tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu Yayasan Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak Bumi, LPS AIR, Kompakh dan APDS. Dana pembangunan rumah produksi tersebut berasal dari Millennium Challenge Account Indonesia ( MCA-Indonesia), yang merupakan lembaga wali amanat dan dibentuk oleh pemerintah Indonesia sebagai pelaksana program bantuan dari Amerika. (bersambung)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.