Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saat Melahirkan Ahmad, Perawat Langsung Menyembunyikan Bayi Saya..."

Kompas.com - 21/10/2017, 07:18 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Kamini (42) dan Parsinem (39), warga Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun tak menyangka buah hatinya yang kedua itu bakal menderita penyakit langka. Sejak dilahirkan, 1 Juli 2014 lalu, Ahmad Rifki Ariwikri langsung divonis dokter menderita Cornelia De Lange Syndrome (CDLS).

Tak hanya itu Ahmad yang kini berumur 3 tahun tiga bulan itu mengalami kebocoran pada jantungnya. Balita yang memiliki berat lima kilogram itu juga menderita hernia.

Untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan Ahmad, Parsinem hanya mengandalkan kiriman uang dari Kamini, suaminya yang bekerja perkebunan kelapa sawit di Kalimantan.

"Tiga bulan suami saya sudah bekerja di kebun kelapa sawit di Kalimantan. Setiap bulan dia hanya mengirimi uang Rp 1 juta. Tetapi uang itu lebih banyak digunakan untuk biaya pesantren anak saya yang pertama, Raihan Eka Revaldi di Ponorogo," ujar Parsinem yang ditemui di kediamannya, Jumat ( 20/10/2017) siang.

Baca juga : Kisah Susaini, Bayi 8 Bulan yang Alami Gizi Buruk

Menurut Parsinem, sebelum melahirkan putranya yang kedua dirinya merasakan tanda-tanda keanehan pada kehamilannya. Memasuki masa hamil delapan bulan, perut masih terlihat kecil.

Namun setelah usia kehamilan mencapai sembilan bulan lebih, putra keduanya dilahirkan secara normal. "Saat saya melahirkan Ahmad, perawat langsung menyembunyikan bayi saya. Saat itu mereka berdalih takut nanti saya stres melihat kondisi Ahmad yang terkena CDLS," ungkap Parsinem.

Setelah beberapa hari kemudian, kata Parsinem, perawat menjelaskan kondisi Ahmad. Saat itu dia sempat tidak percaya lantaran tidak ada sanak keluarganya yang pernah menderita CDLS. "Tetapi saya sudah ikhlaskan. Mungkin ini sudah suratan yang menimpa anak kedua saya," ungkap Parsinem.

Kendati divonis tiga penyakit sekaligus, Parsinem dan Kamini tak menyerah. Setahun anaknya tak berkembang seperti anak normal lainnya, mereka membawa Ahmad ke Rumah Sakit Umum Caruban.

Baca juga : Kisah Aisyah Selamat dari Sambaran Petir yang Tewaskan Suaminya

Terakhir ia membawa Ahmad ke RSU dr Soetomo Surabaya, Februari 2017. Usai diperiksa, dokter di rumah sakit itu meminta agar Ahmad dibawa lagi ke Surabaya tiga bulan kemudian.

Namun lantaran masalah biaya transportasi dan akomodasi, Parsinem tak mampu membawa Ahmad lagi ke RSU dr Soetomo Surabaya. Pasalnya biaya transportasi dan tempat menginap di Surabaya tinggi.

Bila mengandalkan penghasilan suaminya yang kerjanya serabutan maka tidak akan mencukupi untuk menanggung biaya transport dan menginap.  "Suami saya saat itu belum bekerja di Kalimantan. Sehari-harinya hanya mengandalkan penghasilan dari kerja buruh tani yang tidak menentu," ungkap Parsinem.

Meski serba kekurangan, Parsinem terpaksa mengikuti program BPJS Kesehatan secara mandiri. Setiap bulannya, dia membayar iuran sebesar Rp 102.000.

Baca juga : Kisah Fredy Candra, Murid Gila yang Terbangkan 65 Gurunya Jalan-jalan ke Luar Negeri

Kini menjelang usia tiga setengah tahun, kondisi Ahmad makin memprihatinkan. Saat ditemui di rumahnya yang berlantaikan tanah, nampak jemari tangan kanan Ahmad hanya mempunyai satu jari, yakni jari telunjuk. Sedangkan jemari tangan kirinya hanya memiliki dua jari berbentuk jempol dan telunjuk, dan membentuk seperti huruf V ke atas. Selain itu ditemui benjolan kecil yang tumbuh pada lengannya.

Meski baru berumur tiga tahun, bulu mata Ahmad tampak panjang dan lentik. Sedangkan alis matanya tampak seperti menyambung menjadi satu.

Saat bertemu dengan orang yang belum dikenal Ahmad sering menangis. Namun suara tangisnya terdengar lirih. Parsinem mengakui Ahmad sering ketakutan kalau melihat orang yang tidak dikenal.

Parsinem mengatakan, semakin hari kondisi fisik anaknya sangat lemah. Sebulan sekali, anaknya harus dibawa ke dokter spesialis anak lantaran mengalami sakit diare, panas, batu dan pilek.

"Kalau periksa harus ke dokter spesialis anak. Kalau dokter di puskesmas mereka tidak berani menangani karena kondisi jantung anak saya bocor dan sakit hernia," ucap Parsinem.

Padahal, untuk sekali periksa ke dokter anak, ia harus mengeluarkan Rp 150 hingga Rp 250 ribu. Uang sebesar itu sangat berat bagi Parsinem yang mengandalkan uang kiriman dari suaminya di Kalimantan.

Parsinem mengatakan, sebelum anak keduanya lahir, ia bekerja sebagai tukang jahit. Dari menjahit, ia bisa menambah pendapatan keluarganya.  Namun upayanya untuk menambah pendapatan tak lagi bisa dilakukan. Pasalnya, setiap saat ia harus menjaga anak keduanya itu.

"Anak saya belum bisa jalan dan duduk. Jadi kalau saya tinggal sebentar saja sudah menangis," ungkap Parsinem.

Baca juga : Kisah Sungkowo, Perajin Keris Generasi ke-17 Empu Kerajaan Majapahit

Meski demikian, dia mengaku menerima kondisi anaknya dengan ikhlas dan akan membesarkan semampunya. Parsinem berharap kondisi kesehatan anaknya bisa semakin membaik dan bisa bermain seperti layaknya anak seusianya.  "Kalau anak saya sehat maka saya bisa bekerja menjahit lagi," sebutnya.

Ditanya sudah ada bantuan dari pemerintah untuk anaknya, Parsinem menggelengkan kepala. Sejauh ini bantuan yang datang berasal dari perorangan yang iba dengan kondisi Ahmad.

Sementara itu Kaseni (85), ibu kandung Parsinem mengaku sering membantu anaknya mengasuh Ahmad manakala bila cucunya itu sakit. Ia tidak tega lantaran Parsinem harus seorang diri merawat Ahmad.

Kompas TV Aksinya pun terbongkar, karena ibu kandung pelaku curiga melihat anaknya pulang usai melahirkan tanpa membawa serta bayinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com