Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akan Digusur dan Merasa Diintimidasi, Masyarakat Adat Pubabu Trauma

Kompas.com - 20/10/2017, 11:41 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

SOE, KOMPAS.com - Ratusan masyarakat adat yang mendiami kawasan hutan adat Pubabu, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT),  trauma karena merasa diintimidasi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT.

Sekitar 25 kepala keluarga yang sudah lama menempati wilayah itu, hendak digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT, pada Selasa (17/10/2017) lalu.

Ketua Dewan Adat Pubabu-Besipae, Benyamin Selan mengatakan, rombongan Polisi Pamong Praja, polisi Polda NTT, Dinas Peternakan NTT UPT Desa Mio, Kecamatan Amanuban Selatan, membawa surat dengan nomor BU030/105/BPPKAD/2017 tertanggal 17 Oktober 2017, yang isinya masyarakat harus mengosongkan lahan yang diklaim milik pemerintah Provinsi NTT.

Menurut Benyamin, dalam Sertifikat Hak Pakai nomor :00001/2013-BP,794953, tanggal 19 Maret 2013 yang ditunjukan pihak Sat Pol PP, tertulis luas tanah 37.800 meter persegi tersebut adalah aset tanah Pemerintah Propinsi NTT.

Baca juga: Upaya Petani di NTT agar Tidak Menjadi TKI ke Luar Negeri

Berdasarkan isi surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah NTT Benediktus Polo Maing, menyebutkan bahwa tanah instalasi Pubabu-Besipae merupakan tanah milik Pemerintah Propinsi NTT yang tercatat pada Daftar Barang Milik Daerah Propinsi NTT dan Daftar Barang Pengguna pada Dinas Peternakan Propinsi NTT.

"Karena itu mereka meminta perhatian masyarakat untuk menghentikan segala aktivitas di atas tanah instalasi Besipae milik pemerintah Provinsi NTT dan segera membongkar sendiri bangunan yang telah dibangun terhitung mulai tanggal 18 sampai dengan 24 Oktober 2017," kata Benyamin kepada Kompas.com, Jumat (20/10/2017).

Selain menunjukan surat itu, sebut dia, Sat Pol PP mendatangi beberapa masyarakat adat dan memaksa warga untuk menandatangani surat pernyataan pengosongan lahan.  "Kedatangan Sat Pol PP yang memaksa dan mengintimidasi empat orang warga untuk tanda tangan surat pengosongan lahan, membuat warga ketakutan dan trauma," sebut Benyamin.

Warga akhirnya sepakat untuk tidak menandatangani surat itu. "Rasa kekhawatiran, kecemasan, dan keamanan terhadap kehidupan masyarakat adat Pubabu sangat terganggu karena dengan alasan kapan saja pemerintah secara sepihak bisa melakukan penertiban terhadap tanah dan akan kehilangan lahan yang selama ini dikelola oleh masyarakat adat Pubabu," katanya.

Benyamin menyebutkan, daerah tersebut adalah tanah adat berdekatan dengan hutan adat Pubabu. Menurut dia, tahun 1982, Pemerintah Australia mengontrak tanah itu untuk kepentingan penggemukan sapi. Kontrak pun berakhir pada tahun 1987.

Kemudian lanjut Benyamin, kontrak dilanjutkan oleh Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Dinas Peternakan Provinsi NTT. Kontrak itu pun berakhir hingga tahun 2010.

Pada sosialisasi perpanjangan kontrak pada 2010, masyarakat menolak. Masyarakat terus menolak dan memutuskan untuk menduduki kawasan tersebut mulai tahun 2011.

Penolakan masyarakat adat untuk perpanjangan kontrak dilatarbelakangi rusaknya hutan akibat Dinas Peternakan membabat sekitar 20 hektar lahan dan dinas kehutanan pun melakukan hal yang sama pada lahan sekitar 1.050 hektar.

"Karena itu tokoh adat dan Vetor Nabuasa, meminta masyarakat untuk mengambil alih dan melindungi hutan agar dipulihkan. Kasus ini sudah sampai juga ke Komnas HAM, sehingga pada 2013 Komnas HAM memberikan surat perintah agar dinas kehutanan dan peternakan propinsi keluar dari lokasi dan tidak mengganggu aktivitas masyarakat," paparnya.

Benyamin mengatakan, dalam waktu dekat, masyarakat Adat Pubabu akan segera melakukan aksi pendudukan di Kantor Gubernur NTT sampai pada penyelesaian konflik ini mendapatkan hasil yang memuaskan masyarakat Adat Pubabu.

Terkait dengan hal itu Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Dani Suhadi mengatakan, tanah itu adalah aset Pemerintah Provinsi NTT dan sudah ada sertifikatnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com