Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Koperasi Unit Desa yang Tergusur Toko Modern dan "Online"

Kompas.com - 17/10/2017, 11:57 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia pada tahun 1980 hingga 1990-an menjadi bagian tak terpisahkan masyarakat desa. Selain untuk membayar listrik, KUD juga menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat.

Namun kini, KUD semakin ditinggalkan warga.

Di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, misalnya. Pada awalnya, ada puluhan KUD yang berdiri di tengah masyarakat. Namun saat ini, hanya ada 7 unit. Itu pun perkembangannya kurang begitu baik.

Salah satu Koperasi Unit Desa yang kini masih bertahan adalah KUD Bhumikarta di Kecamatan Wonosari.

Anggoro, salah satu karyawan yang sudah 24 tahun bekerja, mengatakan, sejak didirikan pada tahun 1973, KUD mengalami masa kejayaan pada tahun 80-an hingga pertengahan tahun 1990an. Pelanggannya kala itu mencapai 13.000 nama.

Mereka membayar listrik dan air melalui KUD. Selain itu, KUD menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok, jasa komunikasi telepon umum atau wartel dan internet, hingga persewaan gedung.

"Dahulu, kami sempat memiliki hampir 13.000 pelanggan," ungkapnya, Sabtu (12/10/2017).

(Baca juga: Aksi No One Left Behind Koperasi)

Dia dan puluhan karyawan KUD harus lembur untuk melayani pembeli. Bahkan, sejak buka pukul 08.00 WIB baru tutup sekitar pukul 20.00 WIB.

"Sangking banyaknya orang, kami harus lembur. Bayaran yang diterima pun lumayan besar," ucapnya.

Namun, kejayaan itu seakan runtuh setelah krisis ekonomi dan reformasi pada tahun 1998 lalu. Daya beli masyarakat, lanjut dia, menurun, usaha bangkrut dan berdampak buruk pada operasional KUD Bhumikarta.

Satu per satu bidang usaha KUD Bhumikarta mulai berguguran dan hanya menyisakan jasa pembayaran listrik yang ada hingga saat ini.

Sebenarnya, KUD sempat bangkit, namun seiring munculnya toko waralaba modern, dan pembayaran secara online menyebabkan semakin terpuruk. Akibatnya, dari puluhan karyawan, hanya tersisa beberapa orang.

"Kami hanya beruntung masih dapat berjalan sampai sekarang," imbuhnya.

Kini, KUD Bhumikarta bertahan dari gempuran modernisasi, Anggoro dan lima orang lainnya terus bertahan. Bahkan dirinya harus berjualan sate di sekitar Pasar Argosari untuk mempertahankan roda perekonomian keluarganya.

"Kami tetap bertahan siapa tahu bisa ada perubahan," ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com