Estetika
Dari segi estetika, ada beberapa jenis menurut bentuknya seperti kujang ciung, kujang bango, kujang Naga, kujang wayang dan kujang rajamala. Sementara dari segi jenis kujang dibagi beberapa nama di antaranya adalah kujang pangarak, kujang pakarang, kujang pusaka, dan kujang sajen.
Lubang-lubang di sisi belakang kujang pun ternyata memiliki arti dimana makin banyak lubang maka semakin tinggi tingkatan derajat orang-orang yang membawanya.
"Di wilayah barat kebanyakan lubangnya 4. Puncaknya adalah liang (lubang), 7 artinya orang itu ada di puncak tertinginya. Hitungan sunda tidak ada 8, delapan itu kembali ke nol langsung ke sembilan. Maka kujang lubang delapan itu biasanya kujang tanpa lubang atau kujang Buta. Masa di mana dia menuju ke lubang sembilan. Pada saat lubang sembilan, maka dia sudah tidak disimbolkan sebagai pemimpin tertingi (yang masih berapi-api) tapi dia sudah diam tidak jadi apa-apa," tuturnya.
Apakah kujang hanya digunakan oleh laki-laki? Ternyata tidak, menurut Budi, dalam sebuah cerita kesundaan ada tokoh perempuan yang sering menggunakan kujang berbentuk kecil.
Baca juga: Rencong, dari Simbol Kewibawaan Menjadi Cendera Mata
"Kalau perempuan ada namanya kujang balati. Dongengnya kujang ini dipegang oleh Dyah Pitaloka. Jadi tidak aneh menurut statment kesejarahan Dyah Pitaloka bunuh diri dengan kujang balati berbentuk kecil yang diselipkan di rambut. Jadi tusuk kondenya kujang balati ternyata," ungkapnya.
Budi menambahkan, perajin kujang di Jawa Barat saat ini sudah mulai banyak bermunculan meski cara pembuatan dan bahan baku yang digunakan tidak sama dengan kujang peninggalan jaman kerajaan Pajajaran. Bahkan, sebagai bentuk eksistensi, kujang saat ini sudah diproduksi dalam bentuk pin yang sering dipakai oleh pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) atau budayawan sunda sebagai identitas.
Namun dia berharap kujang tidak hanya dimaknai sebagai identitas kesundaan saja melainkan dipahami sebagai simbol sebuah kedaulatan sebuah negara.
"Produksi ada tapi by order. Kalau di barat memproduksi karena ada kepentingan ekonomi. Tapi tragisnya saya lihat di sebuah pameran di belakang pin kujang sudah made in China. Kondisi Kujang saat ini ada pendangkalan makna atau nilai secara fisik. Memang masih banyak diproduksi, tapi alangkah sayangnya kujang ini cuma sebagai simbol di baju Pemda atau dipake diacung-acung, karena bukan seperti itu sebenarnya," papar dia.