Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belasan Tahun Pemuda Lumpuh Ini Dirawat Bibinya yang Agak Tuli

Kompas.com - 14/10/2017, 18:50 WIB
Ari Widodo

Penulis

DEMAK, KOMPAS.com - "Jika bisa sembuh nanti, saya ingin membalas budi bibi. Demi merawat saya, dia sampai tak berkeluarga (menikah)."

Kalimat penuh harap itu terlontar dari mulut Silihwarni (37), warga Desa Buko RT 2 RW 4 Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Sudah 13 tahun ini, Silihwarni tergeletak tanpa daya di atas tikar dalam gubuk berukuran 2,5 x 5 meter.

Dalam ruangan reot berdinding anyaman bambu itulah pria tersebut melewati hari demi hari dalam rawatan bibinya yang bernama Miharti (49).

Kelumpuhan yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas belasan tahun silam menyebabkan Silihwarni tak mampu beraktivitas normal.

"Hanya tangan dan kepala yang bisa gerak, itu pun terbatas. Untuk miring atau berubah posisi harus dibantu orang lain," katanya terbata-bata.

Silihwarni mengungkapkan, betapa dirinya merasa tak berdaya mengurus diri sendiri. Untuk buang air pun ia harus melakukannya di tempat tidur.

"Bibi saya yang kurang pendengaran inilah yang telaten merawat," ucapnya lirih.

Miharti masih bisa mengucapkan kalimat agak jelas dan dibantu dengan bahasa isyarat.

Gubuk pinjaman tetangga yang masih saudaranya, Muyasaroh (72), adalah tempat berteduh yang terus mereka syukuri.

Meski terbaring selama belasan tahun, Silihwarni tidak pernah lupa bersyukur karena masih ada bibi yang sangat tulus menyayanginya.

Dalam doanya yang tak pernah putus, ia selalu berharap Tuhan mengabulkan kebahagiaan perempuan yang sudah dianggap sebagai ibu kandungnya itu.

Silihwarni merasa kasihan karena bibinya bekerja membanting tulang menjadi pesuruh di rumah-rumah tetangga. Bayarannya tak tentu, seadanya saja diterima dengan syukur.

Sama seperti keponakannya, Minarti tidak pernah mengeluhkan kondisi mereka. Dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan beban batinnya selama belasan tahun ini.

"Saya kalau kerja di rumah orang agak kesusu (buru-buru), ingat di rumah ada anak (Silihwarni) yang perlu dirawat," ucapnya.

Kesulitan hidup yang mereka alami mengundang iba orang-orang di dekatnya. Salafudin, tetangga Silihwarni, menuturkan bahwa sejak kecil Silihwarni tinggal bersama bibinya.

"Ibunya tinggal di Kendal bersama keluarga barunya. Sementara, ayahnya belum jelas kebearadaannya," kata bapak beranak empat ini.

Sejauh ini, entah sudah berapa puluh kali mereka mengusahakan kesembuhan untuk Silihwarni. Mereka membawanya ke rumah sakit hingga menembuh jalan pengobatan alternatif.

Salah satu kerabatnya bahkan pernah hampir kehilangan rumah karena merelakan sertifikat tanahnya digadaikan kepada rentenir demi menolong Silihwarni.

Saat ditemui Kompas.com, Sabtu (14/10/2017) siang, Silihwarni sedang shalat. Ia menyatakan bahwa sampai sekarang belum ada bantuan dana ataupun hal lain dari pemerintah untuknya supaya bisa berobat.

Minggu lalu ia sudah kontrol di poli syaraf Rumah Sakit Sultan Agung, Semarang. Di sana, ia disarankan ke bagian bedah syaraf di Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi, Semarang.

"Padahal kami sudah tak punya dana jika ada obat yang tak masuk BPJS. Kemarin saja sumbangan Rp 2 juta dari kawan-kawan dekat, uangnya habis untuk biaya bolak-balik kontrol di rumah sakit," kata Silihwarni.

Seberapa pun bantuan yang didapatkan, Silihwarni selalu mensyukurinya. Setiap saat selalu terdengar lafaz hamdalah lirih dari bibir mereka.

"Alhamdulillah, akhir-akhir ini ada yang peduli memberi pinjaman untuk modal jualan kecil-kecilan," ucap Minarti penuh syukur.

Silihwarni terus berharap ada pihak yang membantu pengobatannya dan berhasil sembuh. Baginya tiada impian selain membalas pengorbanan bibinya jika dirinya pulih seperti sedia kala.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com