Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Trenggalek Manfaatkan Pompa Hidram, Tanpa Listrik Tanpa BBM

Kompas.com - 08/10/2017, 16:43 WIB
Slamet Widodo

Penulis

TRENGGALEK,KOMPAS.com - Guna mengatasi krisis air di wilayah perkebunan milik warga Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, sekelompok pemuda setempat memanfaatkan teknologi pompa hidram yang tak membutuhkan listrik maupun bahan bakar minyak (BBM).

Mereka merakit sendiri pompa hidram dari barang bekas yang banyak tersedia di sekitar. Hasilnya, puluhan hektar lahan pertanian milik warga tidak lagi kesulitan air, seperti pantauan Kompas.com pada Sabtu  (7/10/2017). Cara ini juga terbukti lebih murah. 

“Setelah kami bicarakan dengan para petani di wilayah ini, sepakat kami patungan untuk biaya pompa hidram yang kami bikin,” ujar penggiat lingkungan Panggul, Mukti Satiti, atau yang akrab di sapa dengan nama Jay.

Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, murupakan wilayah paling ujung dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan.

Di wilayah ini, merupakan daerah pegunungan meski berada di dataran rendah dan dekat dengan laut. Kawasan pegunungan wilayahnya, merupakan area bebatuan karst yang selama ini dinilai minim air dan sulit untuk berkebun.

“Banyak yang beranggapan bahwa wilayah karst itu daerah kering. Padahal tidak seluruhnya benar. Yang jadi masalah adalah aliran sumber air ada di bawah, sedangkan lahan pertanian berada di atas,” terang Mukti Satiti. 

Namun hal tersebut tidak memupuskan semangat sekelompok pemuda di Kecamatan Panggul. Mereka akhirnya merakit sendiri pompa hidram yang dapat dinikmati oleh puluhan petani di kawasan pegunungan Pantai Pelang, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek.

Pompa hidram yang mereka rakit tanpa memerlukan listrik dan juga tak membutuhkan bahan bakar minyak. Sebagian besar bahan yang mereka gunakan adalah aneka besi limbah motor berbagai jenis.

“Awalnya kami burupaya keras dan berbagai cara agar pompa hidram ini bisa berfungsi maksimal. Hingga akhirnya kami sudah menemukan cara dan melakukan perbaikan di beberapa bagian meski sebagian alatnya menggunakan limbah bekas sepeda motor,” papar Suwito yang bertugas menjadi teknisi.

Setiap satu pekan sekali, dua orang anggota dari kelompok pemuda Panggul secara rutin menyusuri hutan dan perbukitan untuk melihat kondisi pompa hidram yang sudah terpasang sejak beberapa tahun terakhir.

Hal utama yang mereka lakukan adalah melakukan pembersihan di bagian pipa air dari tumpukan sampah. Selain itu, mereka juga membetulkan selang air yang terkadang lepas.

“Maksimal dalam satu pekan sekali, kami melakukan pengecekan dari hilir ke hulu, membersihkan sampah sungai dan selang yang kadang terlepas,” terang Suwito.


Mudah dan murah

Berawal dari keprihatinan para petani di pegunungan kawasan Pantai Pelang, Kecamatan Panggul, sekitar dua tahun lalu mereka berusaha mencari solusi agar para petani bisa mendapatkan air dengan mudah dan murah.

Lantas mereka mengenal teknik pompa hidram. Mereka berkeyakinan, hanya dengan pompa hidram air yang berada di aliran sungai dataran rendah bisa naik ke lahan pertanian dataran tinggi.

Alhasil, sedikitnya 25 petani yang mengelola puluhan hektar ladang, tidak lagi kekurangan air.

“Permasalahan yang dialami oleh para petani yakni kurangnya pasokan air untuk lahan mereka, kami mencari solusi hingga akhirnya membuat pompa hidram ini. Dan kami bersyukur, dengan adanya pompa ini mereka sangat terbantu,” kata Mukti Satiti.

Sebelum ada pompa ini, para petani harus bersusah payah dan menghabiskan uang mencapai Rp 40 juta hingga Rp 50 Juta untuk membeli selang.

Itupun hasil yang mereka dapat tidak sebanding dengan pengeluaran biaya, karena air yang mengalir sangat sedikit. Tidak jarang, selang mereka pecah karena tidak kuat mendorong air naik ke atas.

“Sebelumnya para petani harus berinvestasi yang sangat besar. Soalnya sumber air yang ada letaknya jauh sekali dan tidak jarang selang mereka pecah,” kata Mukti Satiti.

Seorang petani kawasan ini bersyukur setelah adanya pompa hidram ini. Lahan pertanian cengkeh miliknya tidak lagi kekurangan air dan kini tanaman cengkeh nampak bagus.

“Kini saya sangat senang dan sudah tenang, sejak ada pompa air ini tanaman cengkeh saya hasilnya bagus. Sebelumnya sulit sekali untuk mendapatkan air. Saya hanya bisa menjaga alat ini agar terus menghasilkan air. Apabila pompa mati, meski tengah malam pasti saya nyalakan,” ujar salah seorang petani, Sakiyo.

Letak pompa hidram ini berada di sisi aliran sungai air terjun Pantai Pelang. Panjang selang mulai dari titik pompa hingga di bak penampungan sekitar 175 meter.

Dalam sehari, pompa hidram ini mampu mengisi bak penampungan yang berada di ketinggian 65 meter di atas permukaan laut, sebanyak rata-rata 12.000 liter.

“Pernah saya hitung di bak penampungan, pompa air ini mampu menghasilkan sebanyak sekitar 12.000 liter per hari,” kata Mukti.

Dari bak penampungan, secara bergantian para petani mengairi lahan pertanian mereka. Mereka mempunyai kesepakatan sendiri agar air bisa dibagi rata.

Apabila ada petani yang nakal dan menyerobot air bukan jatahnya, mereka sepakat diberi sanksi berupa tidak diberi air dalam kurun waktu tertentu.

“Kami sudah membuat kesepakatan bersama 25 petani. Apabila ada yang nakal kita beri sanksi. Sanksinya tidak mendapatkan air,” ucap Mukti Satiti.

Selain membuat pompa hidram bagi petani, mereka juga mengajak para petani untuk saling menjaga sumber air yang ada, dan membersihkan aliran sungai agar aktivitas pompa hidram tidak terganggu.

“Kami berharap, semua pihak agar sama-sama menjaga kelestarian alam. Seperti membersihkan sampah di sungai sehingga tidak mengganggu aktivitas pompa hidram. Kami juga sering melakukan penghijauan di sepanjang aliran sungai agar sumber air tidak kering,” kata Mukti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com