Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buni Yani Sebut Jaksa "Stupid"

Kompas.com - 03/10/2017, 15:48 WIB
Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Buni Yani, terdakwa dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengedepankan logika hukum yang terbalik dalam mengajukan tuntutan terhadap dirinya kepada majelis hakim.

Dalam sidang lanjutan di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (3/10/2017), jaksa meminta majelis hakim yang dipimpin oleh M Saptono menjatuhkan hukuman dua tahun kurungan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan penjara untuk Buni atas tuduhan melakukan perbuatan memotong video pidato Basuki Tjahaja Purnama yang waktu itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta ketika mengunjungi Kepulauan Seribu. 

"Saya tidak belajar hukum. Tapi ada azas dalam ilmu hukum sebagai the burden of proof. Kalau saudara (JPU) menuduh saya melakukan sesuatu, maka beban untuk membuktikan itu berada di pihak anda. Anda yang wajib melakukan pembuktian terhadap tuduhan saudara," kata Buni. 

Namun, saat ini, lanjut Buni, jaksa justru tidak menampilkan bukti-bukti yang kuat jika dirinya benar-benar memotong video pidato Basuki. 

"Yang terjadi sama itu jaksa penuntut umum bahwa saya dituduh memotong video tetapi saya disuruh membuktikan saya tidak memotong video. Kan stupid gitu lho. Belajar ilmu hukum di mana," tuturnya. 

(Baca selengkapnya: Jaksa Tuntut Buni Yani 2 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Juta)

Senada, Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni Yani, mengatakan, 

"Tuntutan jaksa hari ini lebih pada asumsi dia karena mengabaikan fakta-fakta di persidangan. Jaksa logikanya terbalik karena akhirnya yang dipakai tuntutan itu justru pasal 32 ayat 1 junto pasal 48 ayat 1 tentang memotong video. Sampai hari ini, di fakta persidangan dari awal sampai akhir jaksa tidak bisa membuktikan Buni Yani memotong video," kata saat ditemui seusai persidangan, Selasa siang.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi M Taufik membacakan tuntutan kepada terdakwa Buni Yani dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang digelar di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Kota Bandung, Jalan Seram Kota Bandung, Selasa (3/9/2017).

Andi menuntut kepada majelis hakim yang dipimpin oleh M Saptono agar menyatakan Buni Yani bersalah melakukkan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik berupa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah mengurangi menghilangkan slot informasi elektronik dan atau dokumen orang lain atau milik publik sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam ketentuan pasal 32 ayat 1 Jo pasal 48 ayat 1 UU RI no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo UU RI no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dalam dakwaan bersama. 

"Jaksa Penuntut Umum meminta majelis Hakim menjatuhkan pidana  terhadap terdakwa Buni Yani dengan pidana penjara selama dua tahun," ujar Andi. 

Selain itu, Andi meminta hakim memerintahkan agar Buni Yani ditahan.

"Dengan perintah agar terdakwa ditahan dan membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan," tuturnya.

Setelah rangkaian tuntutan dibacakan JPU, Ketua Majelis Hakim M Saptono kemudian memberikan kesempatan kepada pihak Buni Yani untuk menetapkan hari untuk menyampaikan pembelaan alias pledoi. 

Menanggapi pertanyaan hakim, Buni memohon agar diberikan waktu selama dua pekan untuk mengumpulkan dan menyusun data-data yang akan disampaikan dalam pledoi.

"Saya merasa tuntutan JPU tadi berat sekali. maka kami banyak memerlukan waktu yang cukup," ungkapnya. 

Permintaan Buni dikabulkan majelis hakim. Sidang dilanjutkan di tempat yang sama pada tanggal 17 Oktober 2017 dengan agenda pembacaan pledoi.

 

Kompas TV Terdakwa perkara ujaran kebencian, Buni Yani, Hari ini (3/10) siap menjalani sidang tuntutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com