Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PNS Kota Madiun Ini Sukses Jual Batik Motif Pecel Hingga ke Banglades

Kompas.com - 03/10/2017, 07:55 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Sri Murniati (50) tak menyangka rasa coba-cobanya berwirausaha batik membawanya pada kesuksesan. Enam tahun berjibaku merintis usaha batik bermotif pecel, PNS Pemkot Madiun ini berhasil menjual batiknya hingga Bangladesh. 

"Saya mulai belajar membatik saat saya masih bertugas di Satpol PP Pemkot Madiun sekitar tahun 2010. Saat itu ada pelatihan membatik di rumah dinas wali kota yang diselenggarakan Disperindag Kota Madiun," ujar Murni di galeri batiknya, Murni Batik di Jalan Halmahera No 21, Kelurahan Kartoharjo, Kota Madiun, Senin (2/10/2017).

Seusai pelatihan, Murni semakin penasaran. Ia ingin mendalami belajar membatik yang baik. Akhirnya, untuk mendapatkan ilmu membatik, ibu tiga anak ini pergi ke Solo dan Yogyakarta yang merupakan gudangnya perajin batik untuk belajar. 

Ia memanfaatkan waktu saat liburan selama setahun belajar di Solo dan Yogyakarta. Dari setahun berburu ilmu membatik, Murni memutuskan untuk belajar membatik di Balai Batik Yogyakarta.

(Baca juga: Batik Pesisir Madura yang Berwarna Mencolok dan Menantang)

Setelah belajar di balai itu, Kasi Pemerintahan di Kelurahan Nambangan Lor, Kota Madiun ini ia mencoba memproduksi batik sendiri.

Agar batiknya memiliki nilai jual dan kekhasan tersendiri, Murni mengangkat pecel sebagai motifnya. Apalagi Kota Madiun dikenal sebagai kota pecel di Indonesia. 

"Saya mengangkat motif pecel karena makanan ini khas dari Kota Madiun. Jadi di batik itu ada motif bunga turi, kacang panjang, kacang, kecambah, pincuk dan lain-lain," ucap Murni.

Tak hanya motif pecel, Murni memvariasikan paduan motif batik klasik dengan tambahan motif pecel. Contohnya, batik kawung dengan motif pecel, dan motif parang dengan motif pecel.

"Motif lain juga terus saya kembangkan tetapi dengan tetap mengangkat kekhasan Kota Madiun. Motif itu seperti jeruk Nambangan, keris tundung Madiun, Madumongso dan juga motif kereta api," ungkap Murni.

(Baca juga: Menengok Desa Batik di Yogyakarta)

Tak sekadar mengandalkan motif dalam menjual produknya. Ia juga mengkampanyekan batik dengan pewarna alami yang ramah lingkungan.

Kerja kerasnya selama enam tahun kini berbuah manis. Banyak pejabat dari berbagai instansi memesan dan menggunakan batik karyanya.

"Galeri batik saya sering jadi kunjungan wajib para wisatawan dan dan kolektor batik dari luar kota yang mencari batik khas Madiun," ungkap Murni.

Produk batik yang dijual saat ini kain hingga pakaian. Harganya mulai Rp 600.000 hingga Rp 7,5 juta. Soal besaran harga menyesuaikan dengan tingkat kerumitan motif, bahan kain, serta pewarna yang digunakan.

Dari usahanya membatik, Murni kini bisa membuka lapangan pekerjaan bagi 12 karyawannya. Jumlah karyawannya kian bertambah saat ia mendapatkan pesanan batik dalam jumlah banyak.

Pemesan batiknya datang dari berbagai daerah. Mulai dari kolektor batik dari Ponorogo, Surabaya, hingga Kediri. Bahkan batiknya sudah dijual hingga Banglades.

Saat ini omzet usahanya mencapai Rp 70 juta per bulan. Dari omzet itu, untung bersih yang diraup sekitar Rp 20 juta per bulan. 

Kendati sudah menghasilkan untung, Murni tak cepat berpuas diri. Ia terus belajar dan berinovasi dengan mengikuti pameran di sejumlah kota besar.

"Saya juga aktif di komunitas batik. Dan untuk melestarikan batik saya membuka diri bagi pelajar dan anggota PKK yang ingin belajar membatik," pungkasnya. 

Kompas TV Fashion show unik ini digelar di jalanan depan Pasar Klewer Solo, Jawa Tengah, Senin (2/10) siang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com