Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Tinggi dan Elegi Nelayan yang Jual Perabotan demi Makan

Kompas.com - 30/09/2017, 14:51 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

CILACAP, KOMPAS.com- Cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang terjadi di pesisir selatan Jawa Tengah dalam sepekan ini memaksa nelayan di Kabupaten Cilacap libur melaut.

Gelombang laut dengan tinggi  lebih dari empat meter itu sangat membahayakan keselamatan nelayan kecil yang hanya menggunakan perahu dibawah 10 gross tonage (GT).

Ketua Paguyuban Nelayan Pandanarang, Cilacap, Tarmuji mengatakan, kondisi ini tentu sangat merugikan nelayan. Dalam perhitungan kalender melaut, hingga bulan Oktober mendatang masih musim panen ikan.

“Kondisi alam yang tidak menentu seperti ini jelas membuat nelayan takut melaut, akibatnya perekonomian masyarakat pesisir mandek,” katanya saat dihubungi, Sabtu (30/9/2017).

Ratusan perahu nelayan diparkirkan di sepanjang pantai Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (26/9/2017). Para nelayan memilih tidak melaut karena gelombang tinggi dan cuaca buruk yang terjadi sejak Senin (25/9/2017) kemarin.KOMPAS.com/Iqbal Fahmi Ratusan perahu nelayan diparkirkan di sepanjang pantai Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (26/9/2017). Para nelayan memilih tidak melaut karena gelombang tinggi dan cuaca buruk yang terjadi sejak Senin (25/9/2017) kemarin.
Akibat cuaca ekstrem dan gelombang tinggi, ribuan perahu nelayan yang terparkir di sepanjang pantai-pantai Cilacap menjadi pemandangan yang lumrah ditemukan dalam kurun waktu sepekan ini.

Dengan kata lain, lanjut Tarmuji, nelayan sama sekali tidak memiliki pemasukan untuk menutup biaya hidup keluarga sehari-hari.

“Kebanyakan teman-teman nelayan alih profesi jadi pedagang, maksudnya barang-barang yang di dalam rumah dijualin untuk biaya hidup sehari-hari,” ujarnya.

Tarmuji mengungkapkan, tren menjual perabot rumah menjadi opsi tunggal para nelayan di Cilacap. Hal ini disebabkan, hampir sebagian nelayan tidak memiliki keterampilan lain dan lapangan pekerjaan serabutan juga terbatas di wilayah Cilacap.

“Kalau musim panen memang hasilnya lumayan, tapi kalau sedang paceklik kayak sekarang ya mau tidak mau jual barang yang ada di dalam rumah, jualnya bisa ke tetangga yang pegawai, atau ke pegadaian, atau paling mentok ya lari ke rentenir,” katanya.

Karena itu, para nelayan Cilacap berharap pemerintah segera merealisasikan janji program Kredit Ultra Mikro (KUM) untuk sektor perikanan. Sebab, dana bergulir ini dapat membantu para pelaku usaha mikro, seperti petani, dan nelayan yang selama ini tidak bisa mengakses dana perbankan.

Pancaroba 

Sementara itu, menurut Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Cilacap, Rendi Krisnawan, gelombang tinggi yang terjadi hampir di sepanjang pesisir selatan Jawa Tengah dan Samudera Hindia dalam sepekan ini tidak terlepas dari fenomena peralihan musim atau pancaroba.

Hujan yang terjadi pada masa transisi ini tidak rutin, karena terkadang diselingi dengan kondisi cuaca yang panas menyengat seiring dengan bergesernya matahari dari utara ekuator ke selatan.

Posisi pergeseran ini sangat terasa ketika matahari tepat berada di atas ekuator, atau biasa disebut dengan fenomena ‘equinox’ pada tanggal 23 September 2017 lalu.

Pergeseran posisi matahari menimbulkan perubahan tekanan udara yang cukup signifikan antara dataran utara (Asia) dan selatan (Australia).

“Wilayah yang menerima energi panas matahari lebih banyak cenderung memiliki tekanan udara rendah,” ujarnya

Dalam bahasa awam, lanjut Rendi, suatu wilayah yang menerima energi matahari lebih besar akan mempunyai suhu lebih panas. Hal ini mengakibatkan udara memuai dan menjadi lebih ringan.

“Materi udara yang ringan ini akan naik, sehingga tekanan udara turun kerena volumenya berkurang,” tuturnya.

Angin di sini, lanjut Rendi, adalah udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi ke tempat yang memiliki tekanan udara rendah.

“Di masa transisi seperti sekarang, pola angin masih berubah-ubah, namun di wilayah Australia terutama daerah tenggara masih terdapat beberapa daerah bertekanan udara tinggi. Sehingga tren angin beberapa hari belakangan berhembus dari tenggara ke utara,” ujarnya.

Selisih tekanan udara yang cukup lebar antara utara dan selatan ekuator menimbulkan angin dengan kecepatan mencapai 50 kilometer per jam.

“Angin sekencang ini ketika berembus melewati samudera dapat memicu gelombang setinggi empat meter lebih,” ujarnya.

 

Kompas TV Hasil Laut Melimpah, Nelayan Gelar Tradisi Sedekah Laut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com