Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cahaya Terang Energi Terbarukan di Pedalaman Bengkulu

Kompas.com - 20/09/2017, 18:42 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Berlimpahnya cahaya matahari sebagai sumber energi bersih, murah dan terbarukan di Indonesia belum dimanfaatkan optimal. Kesan yang tercipta adalah listrik tenaga surya mahal, tak efisien, terbatas, serta rumit.

Benarkah? Kompas.com berkesempatan mengunjungi sebuah kampung di pedalaman Bengkulu. Namanya Desa Gaja Makmur, Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Sejak satu tahun lalu, sebanyak 211 kepala keluarga (KK) di kampung ini menggunakan energi listrik cahaya matahari komunal, bantuan dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Mengunjungi Desa Gajah Mungkur dibutuhkan waktu sekitar 5 jam dari Kota Bengkulu. Desa ini dikepung oleh dua perusahaan perkebunan besar kelapa sawit. Jarak desa terakhir yang menggunakan listrik PLN, sekitar 20 kilometer.

(Baca juga: Pada 2040, Swedia Sepenuhnya Tergantung pada Energi Terbarukan)

Sulit bagi warga untuk menikmati cahaya dari PLN bila tidak menggunakan listrik secara mandiri. Selain terletak di pedalaman, jalan menuju desa ini masih berupa tanah yang ditaburi koral. Bila hujan, dipastikan lumpur dan becek menjadi hambatan berat.

Desa ini mulanya transmigrasi pada tahun 1999. Masyarakatnya berasal dari Pulau Jawa dan Bengkulu.

Soni (43), salah seorang warga menceritakan, selama ini untuk penerangan pada malam hari mereka menggunakan minyak tanah dan genset berbahan bakar solar dan bensin.

"Sebelum ada tenaga surya kami menggunakan genset berbahan bakar solar dan bensin, satu malam bisa menghabiskan 5 liter solar," kisah Soni.

Dalam satu bulan, untuk mendapatkan cahaya listrik dari genset berbahan bakar solar, warga harus merogoh kocek antara Rp 200.000 hingga Rp 500.000. "Sejak ada tenaga surya, kami hanya sumbangan Rp 30.000 per rumah dan lampu terus menyala," kata Soni.

Senada dengan Soni, seorang ibu rumah tangga setempat, Paryati mengungkapkan, sejak ada tenaga surya komunal, pengeluaran berkurang.

"Jika dahulu satu bulan saya mengeluarkan Rp 500.000 hanya untuk beli solar, sekarang hanya Rp 30.000, ini sangat menguntungkan. Uangnya bisa dialihkan untuk keperluan sekolah anak-anak," ungkap Paryati.

Sejak dialirinya listrik tenaga surya, denyut ekonomi kampung yang sebagian besar bertani karet itu mulai terlihat. Usaha kecil seperti cukur rambut, pembuatan kue pun bergeliat.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com