GROBOGAN, KOMPAS.com - Desa Cekel, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mengalami kekeringan paling memprihatinkan dibanding desa lainnya di wilayah ini.
Sejak Mei 2017, warga berburu kantung-kantung air yang tersisa di sungai. Hal tersebut selalu mereka lakukan setelah sumur dan sungai di sekitar wilayahnya mengering.
Untuk warga mampu, mereka membeli air bersih dari desa tetangga seharga Rp 3.000 per jeriken kemasan 40 liter.
Tercatat ada 1.200 KK atau sekitar 3.500 jiwa warga yang menghuni Desa Cekel. Sejauh ini, desa yang lokasinya bisa ditempuh dalam perjalanan sekitar 1,5 jam dari Kota Purwodadi tersebut belum bisa menikmati akses PDAM.
(Baca juga: Kekeringan, Warga Rela Tunggu Bantuan Air Bersih Hingga Larut Malam)
Kepala Desa Cekel, Sukamto menjelaskan, warga di desanya sudah terbiasa kesulitan air bersih saat kemarau. Setiap tahun, mereka mencari sumber air di alur sungai yang telah gersang.
Setiap tahun pula mereka menggali lubang sebesar tong sampah di dasar alur sungai, berharap masih ada sisa air. Air yang perlahan memenuhi lubang kemudian diciduk menggunakan gayung untuk kemudian diisikan ke dalam jeriken maupun gentong.
Untuk memenuhi satu jeriken kemasan 40 liter dibutuhkan waktu paling cepat 10 menit. Meski airnya keruh warga tetap mengambilnya karena tidak ada pilihan lain.
Media penampung air yang sudah terisi, satu per satu diangkut menuju rumah menggunakan motor atau digendong. Jarak ke rumah warga hampir satu kilometer. Biasanya, air yang mengalir dari sejumlah lubang buatan tersebut bisa bertahan 5 bulan.
(Baca juga: Kemarau Panjang, 82 Desa di Grobogan Alami Kekeringan)
"Selama ini warga mengandalkan sumur tadah hujan guna memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Kalau kemarau ya sudah selesai, kami kekeringan. Kami sudah berkali-kali mengadu ke pemerintah maupun PDAM," kata Sukamto, Senin (18/9/2017).
Akhirnya desa mengajukan kebutuhan pasokan air bersih ke PDAM tetangga yakni PDAM Boyolali. Pengajuan tersebut sudah mendapat lampu hijau.