Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Habitat Owa Jawa dan Burung Garuda yang Terancam Punah di Gunung Buthak

Kompas.com - 19/09/2017, 13:17 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

PURBALINGGA, KOMPAS.com - Keberadaan satwa liar dan satwa dilindungi yang hidup di wilayah non-konservasi di Jawa Tengah bagai telur di ujung tanduk. Bagaimana tidak, perhatian pemerintah akan keberadaan para satwa tersebut masih minim, sedangkan aktivitas perambahan hutan berjalan kian pesat.

Ditambah angka konflik antara satwa liar dengan manusia yang begitu tinggi menyebabkan satwa-satwa tersebut semakin tergusur dari habitatnya sendiri.

Salah satu contoh kawasan non-konservasi yang menjadi habitat beberapa satwa liar dan sawta dilindungi berada di Gunung Buthak, Kompleks Perbukitan Siregol, Zona Serayu Utara, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah.

Sebuah komunitas pegiat lingkungan di Banyumas, Biodiversity mencatat, sedikitnya ada lima jenis satwa dilindungi yang hidup di hutan milik Perum Perhutani tersebut.

Data pengamatan yang dilakukan tahun 2016 menyebut, satwa dilindungi yang hidup di sana adalah owa jawa (Hylobates moloch), cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), cekakak sungai (Todirhamphus chloris), rangkong julang emas (Aceros undulatus), elang ular bido (Spilornis cheela), hingga burung garuda atau elang Jawa (Nisaetus bartelsi).

Kelima satwa dilindungi tersebut hidup dengan harmonis dengan bankoloni satwa liar lain di tiga kompleks perbukitan tebing batu andesit seluas belasan hektar.

Meski tak terlalu luas jika dibandingkan kawasan konservasi sekelas taman nasional, namun Gunung Buthak memiliki sistem perlindungan alami yang membuat kawasan ini tetap perawan.

Warga Desa Kramat, Kecamatan Karangmoncol, Sangad Abdul Salam mengungkapkan, pada tahun 1980-an, wilayah perbukitan Siregol merupakan surga bagi para satwa. Baru pada sekitar tahun 1990-an, pemerintah membuka hutan dan membuat jalan aspal untuk mengakses satu desa yang berada di ujung perbukitan, Desa Sirau.

“Sejak saat itu, satwa di luar unggas mulai terisolir dan bermigrasi ke (kompleks) Gunung Buthak,” katanya ketika ditemui, Senin (18/9/2017).

Baca juga: Habitat Longsor, Babi Hutan Gunung Sumbing Berkeliaran di Permukiman

Sangad mengungkapkan, satwa liar dan satwa dilindungi tersebut bisa diamati langsung dengan mata telanjang dari ruas jalan raya Siregol. Sebab, jarak antara Gunung Buthak dan ruas jalan penghubung Desa Kramat-Sirau tersebut hanya sejauh lemparan batu saja.

Meski demikian, Gunung Buthak sampai saat ini masih terisolasi dari segala aktivitas manusia. Pasalnya, ada jurang sedalam puluhan meter yang melingkupi kawasan Gunung Buthak. Jurang lembah Sungai Tambra ini seakan menjadi sekat baku antara surga satwa Gunung Buthak dan dunia peradaban manusia.

Sistem pengawasan masyarakat

Bukan karena kondisi medan saja yang membuat kawasan Gunung Buthak tetap tak terjamah oleh tangan jahil. Peran serta masyarakat setempat untuk membuat sistem perlindungan tradisional juga turut mencegah perburuan satwa dan perambahan hutan di kawasan Gunung Buthak.

Tokoh pemuda Desa Kramat, Muhammad Faiz menuturkan, warga Desa Kramat memiliki mitos dan cerita rakyat yang melingkupi kawasan Gunung Buthak. Keberadaan cerita rakyat ini membuat setiap orang yang memiliki niat jahat untuk merusak kawasan Gunung Buthak menjadi segan dan urung.

“Kawasan ini wingit, ada penunggunya. Dulu sekitar awal tahun 2000-an, ada orang Jawa Barat yang nekat masuk ke Gunung Buthak buat nyari sarang walet. Tapi waktu naik tebing orang ini jatuh. Warga sini tidak ada yang bisa menolong. Sampai sekarang mayat sama kerangkanya masih ada di dalam sana,” ujarnya.

Tak hanya cerita rakyat, sebagai desa yang paling dekat dengan kawasan Gunung Buthak, masyarakat Desa Kramat juga telah terbiasa tanggap jika mendapati orang luar daerahnya lewat dengan membawa senapan.

“Kalau ada warga yang lihat orang bawa bedil (senapan), pasti langsung diikuti. Kebanyakan yang bawa bedil ngakunya mau nembak babi hutan, jadi kami biarkan saja karena babi hutan juga jadi hama di sini. Tapi kalau ketahuan nembak burung di Gunung Buthak langsung kami usir,” katanya.

Faiz mengungkapkan, ke depan, masyarakat terutama Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Desa Kramat yang baru terbentuk tahun ini akan mengusulkan peraturan desa (Perdes) demi upaya konservasi kawasan Gunung Buthak.

Pemerintah tidak hadir

Keberadaan koloni satwa liar dan satwa dilindungi di wilayah hutan Perum Perhutani, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga, seolah luput dari perhatian pemerintah.

Petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah Resor Wonosobo yang berwenang penuh atas perlindungan satwa di sana juga sama sekali belum pernah turun untuk melakukan pendataan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Endi Suryo Heksianto, Polisi Hutan BKSDA Jateng Resor Wonosobo saat dihubungi Senin (18/9/2017). Dia menyebut, hingga saat ini pihaknya belum mendapat laporan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) jika di wilayah Perum Perhutani itu ternyata menjadi habitat satwa dilindungi.

“Itu hutan lindungnya Perhutani ya. Kami belum tahu dan belum dapat informasi dari KPH wilayah sana,” katanya.

Baca juga: Bayi Orangutan Taymur Akhirnya Pulang Kampung...

Dalam mekanismenya, meski kawasan tersebut merupakan wilayah Perhutani, namun BKSDA memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh atas kelestarian satwa dilindungi yang menjadi prioritas di Gunung Buthak, seperti owa jawa.

Salah satu contoh kawasan Perhutani yang diberikan pengawasan intensif karena menjadi habitat satwa prioritas adalah hutan di Petungkriono, Pekalongan serta Dieng, Wonosobo.

Endi menjelaskan, di Petungkriono, petugas secara intensif turun untuk memantau populasi dan memastikan kelestarian habitat elang jawa.

“Memang susah, karena kami sendiri belum memiliki kawasan khusus untuk konservasi. Selama ini kami meminta peran serta masyarakat untuk turut melindungi satwa di tempat mereka,” ujarnya.

Endi menuturkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan turun ke Gunung Buthak untuk melakukan pengamatan dan pendataan mendalam terkait keberadaan satwa dilindungi di sana.

Selain itu, komunikasi dengan pihak terkait, terutama Perum Perhutani, sebagai pemilik kawasan juga mutlak diperlukan.

“Secapatnya akan kami kordinasikan dan turunkan personel untuk mendata satwa-satwa di sana,” katanya.

Untuk diketahui, dalam regulasinya, satwa-satwa yang berada di kawasan Gunung Buthak dilindungi oleh UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Selain itu, satwa tersebut dilindung Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta PP Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Kompas TV Bayi – bayi penyu ditemukan pemandu wisata yang tiap hari berada di Pantai Pemaron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com