Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maria Kisahkan Anaknya Dihajar Tanpa Ampun hingga Tewas dalam Duel ala Gladiator

Kompas.com - 15/09/2017, 17:10 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Sudah setahun lebih, Maria Agnes memendam kesedihan setelah ditinggal pergi anaknya, Hilarius Christian Event Raharjo (15) selama-lamanya.

Suasana duka pun masih sangat kental terasa di kediaman almarhum, Jalan Cipaku, Gang Melati, RT 02 RW 08, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.

Foto-foto Hilarius semasa hidupnya pun terpampang di beberapa bagian dinding rumah. Sesekali, Maria hanya bisa menangis jika teringat tentang kematian anaknya.

Maria bersama suaminya, Vanansius Raharjo, hanya ingin keadilan di balik kasus kematian anak sulungnya itu.

Hilarius yang saat itu merupakan siswa kelas X SMA Budi Mulia tewas setelah terlibat pertarungan ala gladiator satu lawan satu dengan siswa dari sekolah SMA Mardi Yuana.

Ayah korban, Vanansius menceritakan, Hilarius tewas setelah mengalami luka memar di bagian wajah serta pecahnya pembuluh darah di bagian kepala. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 29 Januari 2016 di sebuah lapangan yang terletak di SMA Negeri 7 Kota Bogor.

"Anak saya waktu itu diajak untuk melihat pertandingn basket. Tapi ternyata, dia sudah disiapin oleh senior kakak kelasnya untuk bertarung dengan murid dari sekolah SMA Mardi Yuana," ucap Vanansius, saat ditemui di kediamannya, Kamis (14/9/2017).

Baca juga: Curhat Seorang Ibu untuk Jokowi karena Anaknya Dipaksa Berkelahi hingga Tewas

Vanansius mengatakan, pertarungan ala gladiator atau dikenal dengan istilah "bom-boman" itu dilakukan menjelang pertandingan final bola basket antara SMA Budi Mulia dengan SMA Mardi Yuana.

Kata Vanansius, tradisi "bom-boman" itu selalu dilakukan jika kedua sekolah tersebut bertemu dalam ajang kompetisi bola basket yang digelar setiap tahunnya. Dirinya menyebut, ritual "bom-boman" tersebut melibatkan para senior dan alumni dari kedua sekolah itu.

Korbannya adalah junior mereka yang masih duduk di kelas satu SMA. Para junior ini, lanjut Vanansius, dipaksa diadu fisiknya dengan berduel tangan kosong oleh para seniornya. Lawannya adalah murid dari sekolah lain yang sebelumnya juga sudah disiapkan.

"Kakak kelas ini dikoordinir sama alumni sekolah. Jegernya atau promotornya, ya alumni itu, yang mengelola kelas tiga. Mereka mencari anak-anak yang baru masuk untuk dipaksa berduel," kata Vanansius.

Ia menambahkan, tradisi "bom-boman" antar kedua sekolah itu sudah lama berlangsung dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebelum berduel, mereka mencari lapangan yang sepi. Hanya komunitas mereka saja yang bisa melihat pertarungan ala gladiator itu secara langsung.

"Saya dapat informasi itu dari semua orang yang saat itu ada di lokasi kejadian, termasuk dari teman anak saya. Acara (bom-boman, red) ini emang udah lama, tapi yang sampai tewas ya baru ini, anak saya. Setelah kejadian ini, baru pada tahu ternyata ada ajang seperti itu. Pihak sekolah dan guru juga tidak tahu awalnya," ungkapnya.

Keadilan ditegakkan

Sementara itu, Maria meminta agar keadilan bisa ditegakkan. Sebab, kata dia, meski pelaku utama yang menewaskan anaknya sudah dikeluarkan dari sekolah, namun hal itu belum dirasa cukup untuk memberikan efek jera.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com