Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selokan Mataram Riwayatmu Kini...

Kompas.com - 12/09/2017, 18:27 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Selokan Mataram tak bisa dilepaskan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Raja Keraton Ngayogyakarta ini berusaha menyelamatkan rakyat Yogyakarta dari kekejaman kerja paksa (romusha) Jepang dengan meminta membangun selokan air yang menghubungkan Sungai Progo di sisi Barat dan Sungai Opak di sisi Timur.

Selain menyelamatkan dari warga romusha, pembangunan selokan air digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX ini juga bertujuan untuk kemakmuran rakyat yakni mengairi area persawahan.

Sampai saat ini, selokan air yang disebut dengan Selokan Mataram dan memilik panjang 31,2 km ini masih menjadi irigasi andalan bagi para petani. Namun ironisnya Selokan Mataram yang bersejarah dan dibangun untuk menyejahterakan masyarakat ini justru menjadi tempat pembuangan sampah limbah rumah tangga.

Sampah-sampah rumah tangga yang terbungkus plastik kresek terlihat begitu banyak dan mengambang di Selokan Mataram daerah Kadirojo II Purwomartani, Kalasan, Sleman.

Baca juga: Mirip di Jepang, Saluran Irigasi di Bantul Jernih dan Dipenuhi Ikan

Menurut Ambyah (70), seorang petani Kadirojo II Purwomartani, Kalasan, Sleman, setiap hari selalu ada orang yang membuang sampah di Selokan Mataram. Biasanya aksi membuang sampah di Selokan Mataram terjadi pada dini hari atau malam hari.

"Yang pasti bukan dari warga di sini. Ada yang naik motor lewat terus membuang tas kresek berisi sampah, bahkan ada yang bawa mobil juga lalu buang sampah di Selokan, saya ga tahu mereka itu warga mana," kata Ambyah yang lahan pertaniannya tepat berada di sisi Selatan Selokan Mataram, saat ditemui Kompas.com, Selasa (12/09/2017).

Dia mengatakan, sampah yang dibuang di Selokan Mataram kebanyakan berasal dari rumah tangga.

"Setahu saya sudah lama dan setiap hari pasti ada dan bisa dilihat sendiri sampai mengambang begitu banyak. Ya kebanyakan memang sampah rumah tangga, plastik ada juga kasur dan tikar," ucapnya.

Ambyah menyebutkan, warga sudah berulangkali memasang papan larangan membuang sampah di beberapa tempat sampai dengan menegur ketika melihat ada yang membuang sampah. Namun hal itu tidak dihiraukan. Warga yang menggunakan kendaraan bermotor membuang sampah di lokasi itu.

"Warga sudah berusaha, termasuk mengingatkan kalau melihat ada yang membuang sampah. Tetapi ya buktinya sampai sekarang masih ada yang datang untuk membuang sampah, mungkin kalau ada sanksi dari pemerintah bisa jera," katanya.

Petani lainya, Sukardiono mengatakan, sampah yang ada di Selokan Mataram cukup menganggu bagi pertanian. Sebab, banyak sampah plastik yang ikut aliran air hingga ke area persawahan.

"Pernah saya itu mengumpulkan yang di area persawahan sampai satu keranjang besar. Selain itu sampah juga menutup jalan air ke persawahan dan sering juga baunya tidak enak ," ujarnya.

Baca juga: Sungai "Sejuta Sampah" dan Kurangnya Kesadaran Warga...

Selain sampah yang dibuang di lokasi, menurut warga Kadirojo II, Purwomartani, Kalasan, Sleman ini, banyak juga sampah kiriman yang terbawa aliran Selokan Mataram. "Iya memang banyak yang datang lalu membuang sampah. Tapi ada juga yang kiriman, dibuang di selokan daerah kota dan sampai disini," ucapnya.

Sukardiono berharap masyarakat bisa merasa memiliki dan ikut merawat kebersihan Selokan Mataram. Sebab selain berfungsi sebagai irigasi bagi petani, Selokan Mataram juga memiliki nilai sejarah.

"Tidak hanya saya atau warga di sepanjang Selokan, kalau bisa semua lah jangan membuang sampah, menjaga kebersihan, dan menjaga Selokan Mataram ini. Dulu Sri Sultan HB IX kan membangun ini untuk kesejahteraan rakyat dan menyelamatkan dari romusha, ya mbok mari kita jaga bersama," kata dia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com